Oleh : ArmansyahIni adalah catatan kedua saya berkaitan dengan sinema science fiction superhero "abadi" sepanjang masa, Superman. Dulu, tahun 2008 lalu, saya pernah mengupas cerita Superman Returns (silahkan baca: http://arsiparmansyah.wordpress.com/2008/03/06/antara-superman-aliens-dan-al-quran/ ) dimana pada film tersebut sosok Superman dibuat sebagai pribadi superhero yang dipecundangi oleh orang yang ia cintai.
Kali ini, saya akan menulis sebuah catatan kembali mengenai film terbaru Superman di 2013 yang diberi judul "Man of Steel" (http://en.wikipedia.org/wiki/Man_of_Steel_(film)). Ada banyak hal yang berbeda dalam filmnya kali ini, mulai dari pemeran tokoh-tokoh utamanya sampai pada penguatan karakter sosok Supermannya sendiri.
[caption id="attachment_2470" align="aligncenter" width="468"]

Ilustrasi film Superman: Man Of Steel[/caption]
Nilai yang saya berikan untuk film ini adalah "A" (saya ingin menulis "A*" tapi sayang kelemahan disisi cerita membuat saya akhirnya mencukupkan penilaian saya pada "A" saja). Sekali lagi, film ini memang murni sebuah fiksi. Tanpa bermaksud untuk menafikan adanya kemungkinan makhluk hidup cerdas lain diluar bumi ini, tapi dari sisi perspektif film, maka tokoh Superman dari Krypton adalah tokoh fiktif yang tidak pernah ada didalam kehidupan nyata. Superman alias Kal-El alias Clark Kent hanya sebuah tokoh rekaan dari Jhoe suster dan Jerry Siegel.
BTW. Film Man of Steel, benar-benar menghidupkan sosok imajinasi semasa masih kanak-kanak tentang Superman. Seorang superhero yang mestinya memang tidak terlalu banyak terlibat dalam intrik percintaan dewasa sebagaimana film-filmnya sebelum ini. Kita tahu bahwa Superman adalah tokoh komik yang memang diciptakan untuk mengisi imajinasi anak-anak dengan muatan nilai-nilai kebaikan dan kepahlawanan.
Tidak ada cerita kepecundangan dan keputusasaan Clark Kent dalam film Man of Steel ini seperti dalam cerira Superman Returns, bahwa dikisahkan sejarah masa kecilnya yang selalu mengalah saat dicemooh dan dipukul oleh kawan-kawannya sama sekali tidak merefleksikan sebagai sikap kepecundangannya, sebaliknya mengajarkan nilai-nilai moral pengendalian diri disaat kita sebenarnya mampu untuk memberikan perlawanan dan hukuman.