Waktu masih kecil sekitar pertengahan tahun 80-an, saya sangat menggemari cerita Mahabharata versi Jawa. Setiap hari cerita bergambarnya dimuat di harian Pos Kota, satu halaman dengan sisipan cergam Doyok, Otoy dan Ali Oncom. Salah satu topik yang saya terus ingat sampai sekarang dari cerita Mahabharata versi Jawa itu adalah ketika Batara Ismaya turun dari kahyangan ke bumi dan menjelma menjadi manusia bernama Semar.
Ketika Batara Ismaya ada dibumi dan berwujud Semar, maka di Kahyangan tak akan dijumpai lagi wujud Batara Ismaya. Begitupula jika sang Semar kembali ke wujud aslinya di Kahyangan menjadi Batara Ismaya, maka tidak akan ada pula sosok Semar di bumi yang menemani Pandawa bersama punakawan lainnya. Keduanya adalah dua pribadi yang sama.
Jika kita ambil persamaan cerita tersebut dengan kisah modern, maka kurang lebih mirip seperti kasus Clark Kent yang berganti rupa menjadi Superman. Saat Superman sedang beraksi menumpas kejahatan maka tak ada sosok wartawan lugu bernama Clark Kent, begitu pula bila sosok Clark Kent lengkap dengan kacamata dan baju wartawannya itu ada, maka jangan berharap akan melihat sosok Superman dengan kostum biru dan jubah merah berada disana. Mereka dua sosok dari satu orang yang sama.
Namun jika kemudian disampaikan cerita bila Tuhan turun kebumi dan menjelma menjadi sosok bayi merah yang dilahirkan oleh seorang perempuan, penuh keterbatasan dan kekurangan, maka bagaimanakah konsepnya dapat dijelaskan? Apalagi kemudian sang bayi ketika sudah dewasanya malah menangis dan berdoa untuk terbebas dari himpitan marabahaya dan cobaan tertentu.... dimana pula logikanya?
Bukankah sang bayi ini adalah jelmaan tuhan itu sendiri? Bukankah mestinya sang bayi ini tetap tidak akan kekurangan kekuatan dan kehebatan ketuhanannya sama sekali. Toh bagaimanapun bayi ataupun wadag manusia yang ia mewujudkan diri itu cuma sebatas kerangka saja, cuma kotak atau cashing. Isinya toh tetap Tuhan yang tak terbatas dan penuh dengan seluruh sifat ilahiyahnya.
Lihat misalnya kita ambil contoh film Little Khrisna. Disana, Khrisna adalah perwujudan dari dewa Wishnu. Ketika ia bayi, pernah akan dibunuh oleh raksasa perempuan atas perintah khamsa. Khrisna yang masih bayi itu sudah tahu bahwa sang raksasa akan membunuhnya dengan jalan menyusui wadag kecilnya itu sampai kemudian sang raksasa malah yang terbunuh olehnya. Begitupula ketika dalam hampir seluruh episode Khrisna kecil diceritakan tentang adanya bahaya yang mengancam rakyat prindavan, Khrisna yang berusia mulai batita hingga balita itu mampu menyelamatkan mereka sebab wujudnya itu bukanlah penghalang kemahadewaan dia sebagai Wishnu. Misalnya saja salah satu tema yang sering diangkat diberbagai penceritaan adalah kisah Khrisna kecil yang mengangkat bukit Govindan saat dia memberi pelajaran pada dewa Indra.
Ceritapun sama manakala Khrisna sudah tumbuh besar dan menjadi bagian dari epik Mahabharata. Dia tidak kehilangan jati diri kedewaannya meski tersekat dalam wadag manusia. Namun jika kemudian sang Khrisna misalnya digambarkan karena rasa lapar diperutnya lalu ingin memetik buah sebagai pengganjal perut tapi sama sekali tidak tahu bila pohon itu sedang tidak berbuah dan menjadi marah lalu mengutuk pohon itu.... dimana sisi kedewaan Khrisna? Atau bila kemudian Khrisna dikejar oleh musuh-musuhnya untuk dibunuh, dia melarikan diri kemudian berdoa seorang diri dengan penuh harap dan kecemasan sampai begitu luar biasnya... tentu akan menjadi tanda tanya semua orang terhadap kedewaan Wishnu didalam wadag manusianya itu.
Tapi, ini cuma pengandaian.... sebagai penggemar cerita Mahabharata, saya paham sekali bila sosok Khrisna tidaklah demikian adanya. Hanya saja, saya cuma sebatas pembaca serta penikmat ceritanya saja. Tidak untuk dijadikan keyakinan dalam beragama. Sebab keyakinan saya adalah Tauhid. Saya memberi apresiasi yang bagus untuk cerita Mahabharata dalam semua versinya tapi saya tidak dapat mengaminkannya, sebab sekali lagi, hal itu bertentangan dengan logika Tauhid yang saya yakini.
Semoga ada pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari catatan ini.
Salam dari Palembang Darussalam.
Mohon maaf lahir dan batin.
Facebook, 24 Des 2014
Armansyah