Catatan Aksi Damai Bela Islam 04 Nov 2016
Oleh. Armansyah
Bagian 1
Mukaddimah
Beberapa hari sebelum tanggal 04 November, saya sudah booking tiket pesawat via Armi Travel dengan tujuan Jakarta untuk ikut aksi damai para ulama ke Istana negara. Niat ini sempat maju mundur mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk keberangkatan dan kepulangan lumayan besar sementara kebutuhan keluarga tidak dapat pula dikatakan kecil. Punya 04 Anak, 3 diantaranya sudah aktif sekolah di Muhammadiyah (SMP dan SD) dan 1 lagi masih bayi yang aktif minum susunya. Plus kebutuhan lain ini dan itu yang lainnya.
03 November 2016 malam, saya booking ulang lagi tiket pesawat untuk keberangkatan ke Jakarta karena bookingan sebelumnya telah kadaluarsa. Pelan-pelan saya ajak istri ( Mitha Tanjung ) bicara soal ini dan diluar dugaan Alhamdulillah istri justru mendukung. MasyaAllah. Meskipun memang jujur saja kitapun think-thank lagi soal biayanya.
Tapi panggilan iman tak dapat dihalangi. Sedih dan sakit rasa hati ini ketika bau syurga nyata tercium dihadapan mata kami namun justru kami justru "lari" darinya alias kami tidak mendaftarkan diri kami sebagai mujahid dan mujahidah secara langsung ditengah lapangan. Kami berdo'a semoga Allah beri jalan.
Pagi tanggal 04 November, dijalan saat mengantar anak-anak pergi sekolah, kami bicara lagi didalam mobil. Istri mengatakan, papa pergilah. InsyaAllah dananya ada. Ikut dan bergabunglah sebagai salah satu pembela agama Allah di Jakarta. Bergetar saya dibelakang kemudi, menetes air mata saya dihadapan anak-anak saya. Ya Allah... terimakasih Engkau memberikanku istri terbaik dari sisi-Mu.
Tiba-tiba masih dalam mobil, istri mendapat telpon dari orangtuanya dan menanyakan apakah saya jadi ikut aksi damai #belaIslam kejakarta hari itu. Kedua orangtua istri saya ini mengatakan bahwa mereka siap membantu finansial untuk keberangkatan kemedan jihad tersebut.
Bertambah terharu saya.... Ya Allah... terimakasih Engkau telah memberikanku keluarga terbaik, orangtua terbaik, mertua terhebat. Akhirnya singkat cerita saya ajak anak-anak sejenak berbincang, saya katakan pagi ini juga papa akan berangkat jihad untuk bela Islam, bela al-Qur'an dari penistaan ahok. Saya katakan juga bahwa konsekwensi dari perjuangan ini, saya bisa saja tidak lagi kembali karena berhadapan dengan aparat yang boleh jadi beringas dan melakukan penembakan. Anak-anak sedih, mereka menangis karena tahu bahwa ayahnya dapat saja mati dalam aksi damai tersebut. Istri menenangkan mereka sepanjang perjalanan.
Singkat cerita akhirnya mobil putar balik dan persiapan keberangkatan mendadakpun langsung dibuat. Tiket segera diproses via website Armi Travel, armitravel.com... awalnya dapat Lion lalu tiba-tiba saat hendak di issued gagal. Coba lagi, dapat Nam Air sudah berhasil di issued dan transfer tapi pas di cek E-Ticketnya ternyata kembali gagal. Sisanya semua jadwal hanya ada untuk sore dan malam hari. Memang sebetulnya sudah jadi ketentuan maskapai bahwa proses booking hanya bisa dilakukan maksimal 6 jam sebelum keberangkatan.
Lemas... bayangan keberangkatan yang batalpun bermain dipelupuk mata. Akhirnya, masih dengan tekad bulat, bersama saudara ipar saya Haris Shahab yang juga ikut dalam aksi damai ini, dengan diantar langsung oleh mertua, Ida Tanjung kami kebandara. Di Bandara Internasional SMB2 kami keluar masuk sejumlah kantor maskapai. Semua rata-rata full. Tinggal terakhir, Garuda Indonesia. Agak cemas juga karena siapa yang tidak tahu bila tiket pesawat Garuda pastilah mahal lagian belum tentu juga masih ada.
Subhanallah. Ternyata disinilah jodohnya bertemu.
Pihak Garuda menyatakan masih tersedia untuk dua orang keberangkatan ke Jakarta pagi itu dan saat itu juga.
Jadi kami sampai di Bandara sekitar pukul 09.00 dan pesawat Garuda akan berangkat pukul 09.30 dengan harga tiket 1 juta lebih per-orang. Dengan mengucapkan Bismillah, demi agama Allah, keputusan langsung dibuat, kami ambil tiket itu dan langsung menuju boarding pass untuk selanjutnya berangkat ke Jakarta.
Turun dari pesawat di bandara Soekarno Hatta kami langsung menunggu Damri dengan jurusan Gambir untuk menuju Masjid Istiqlal. Sekitar 10 menitan, Bus yang ditunggu tiba.
Sayangnya terjadi perubahan rute karena akses sejumlah titik jalan ditutup. Kami turun di lampu merah simpang empat Tanah Abang, dan meneruskan dengan jalan kaki. Ternyata waktu sholat Jum'at sudah tiba, dihadapan kami sudah penuh jemaah dari seluruh lapisan masyarakat Muslim yang menggelar ibadah sholat Jum'at dihadapan Masjid Jami' Ar-Rohah dijalan Abdul Muis. Kamipun bergabung untuk mendirikan sholat berjemaah ditempat itu, diteruskan setelahnya longmarch ke Setia Budi menuju Istiqlal, bergabung dengan umat Islam lainnya yang akan bergerak secara damai ke Istana negara.
Bersambung.
Hikmah maupun ibroh dari tulisan ini:
1. Mantapkan niat fisabilillah, ingat, Innama a'malu binniyat, semua berawal dari niat, jika niat kita memang tulus untuk membela agama Allah dan berjuang diatas kebenaran, percayalah, Allah akan mudahkan urusannya. Yakinlah akan janji Allah. You just have to do your best and let Allah do the rest.
2. Jadilah suami yang sholeh, jadilah istri yang sholehah, jadilah orangtua dan mertua yang mencakup keduanya (sholeh nan sholehah) sehingga tahu ilmu beragama. Masing-masing dapat saling mendukung dalam rangka mencari ridho Allah. Makanya tidak heran jika salah satu syarat pernikahan yang digariskan oleh Rasulullah adalah karena agamanya. Pelajaran buat yang masih belum menikah. Cari yang sepadan denganmu, minimal seagama denganmu yang kelak akan dapat memberikanmu dukungan penuh dalam melakukan aktivitas keagamaan.
3. Ini pesan untuk semua kaum kafir dan munafik yang terus menyudutkan aksi damai 04 November....
a. saya berangkat jauh melintasi lautan dari Palembang yang damai dan penuh oleh makanan menuju ke Jakarta bukan untuk mencari nasi bungkus yang harganya tidak sepadan dengan harga tiket pesawat garuda.
b. Saya berangkat atas panggilan iman saya dengan dana secukup-cukupnya dan dicukup-cukupkan, tidak ada tokoh politik manapun yang membayar saya agar berangkat dan ikut aksi damai para ulama.
c. Saya tinggalkan keluarga saya yang saya cintai, orangtua saya, mertua saya dan anak-anak saya... bahkan anak bayi saya untuk sebuah asa demi sang maha Pencipta.
d. Latar belakang pendidikan saya S2 yang rasanya tidak bodoh-bodoh amat untuk menyadari jika dengan keikutsertaan saya dalam aksi damai para ulama ini bisa saja berakibat fatal bila berubah menjadi anarkis sehingga nyawa bisa hilang. Tidak ada seorang tokoh politik manapun yang dapat memaksa saya untuk melakukan apa yang harus saya lakukan dan apa yang tidak harus saya lakukan. Jadi murni keberangkatan dan keikut sertaan saya ini adalah panggilan iman yang digerakkan oleh Allah SWT, bukan bayaran, bukan konspirasi atau tekanan aktor politikus yang disebut-sebut berada dibalik aksi ini.
Alangkah nyamannya jika saya tetap tinggal di Palembang ditengah kedamaian dan tumpah ruahnya aneka makanan disini ketimbang harus berkorban jiwa, tenaga dan pikiran dengan terjun langsung kedalam aksi damai para ulama.
Kalian boleh mencari celah untuk menyudutkan perjuangan ini... tapi sampai mati kami sebagai umat Islam tidak akan pernah surut membela agama kami, membela kesucian kitab kami jika kalian berani menistakannya. Jakarta akan kembali berguncang dengan dzikrullah dan takbir bila hal ini terulang kembali.
Sumber asli : https://www.facebook.com/armansyah/posts/10154589727923444
No comments:
Post a Comment