Catatan Aksi Damai Bela Islam 04 Nov 2016
Oleh. Armansyah
Oleh. Armansyah
Bagian 4
Detik terjadinya serangan
Detik terjadinya serangan
Ada catatan yang tertinggal disampaikan pada bagian ke-3 lalu, yaitu terkait dengan hilangnya sinyal hp kami di lokasi aksi damai. Hal ini saya sadari sejak mulai berjalan mendekati istana. Saya tanya adik ipar saya dan ternyata juga sama, padahal provider kami berbeda. Tidak puas, saya coba konfirmasi lagi sama jemaah lain yang ada disekitar dan jawabanpun sama.
Ini jelas ada upaya sabotase agar komunikasi seluler dan internet tidak dapat terjadi diantara peserta aksi damai. Lebih jauh lagi, menghalangi kami untuk mempublish setiap berita yang terjadi dilokasi kejadian keluar (fb, twitter dan lain-lain).
Setelah sesi Dzikir dan Muhasabah bersama KH. Arifin Ilham, saya dan adik ipar ( Haris Shahab ) sepakat mundur sejenak untuk sekedar mencari tempat udara yang lebih segar.
Sejak pagi berangkat, adik ipar saya sudah dalam kondisi yang kurang sehat. Batuk-batuk. Saya sendiri mulai terasa sedikit pusing.
Pasca bergabung dengan jemaah Aksi Damai yang melakukan longmarch mulai dari Jalan Abdul Muis sampai ke Patung Kuda dan lanjut hingga kedepan istana negara kami selalu tidak memisahkan diri dari kerumunan bahkan sengaja mencari posisi terdepan.
Seperti yang dicanangkan oleh para ulama sendiri, malam itu kami semua berencana akan menginap didepan istana negara sampai bertemu dengan jokowi. Dengan demikian, sebelum malam bertambah pekat, kami mencoba melepaskan diri dulu dari kerumunan guna mencari udara segar sekaligus mencari air minum.
Saat itu hampir semua persediaan air minum jemaah sudah mulai berkurang dibarisan depan termasuk milik kami berdua. Kami berharap disebelah kanan dari posisi kami waktu itu, yaitu arah sisi Monas kami bisa mendapatkannya.
Dari atas mobil komando Habib Rizieq mempersilahkan seorang Habaib dari Jawa Timur untuk melakukan orasinya. Habib Rizieq juga mengumumkan bahwa K.H. Arifin Ilham memutuskan untuk mencoba langsung memediasi akhir dengan pihak istana terkait keinginan kami bertemu dengan presiden. Beliau meninggalkan lokasi aksi damai disertai Ustadz Bachtiar Nasir dan sejumlah ulama lainnya menuju istana negara.
Singkat cerita kami berhasil menerobos padatnya jemaah dan sampai ditempat tersebut. Dari titik ini kami masih dapat melihat dengan jelas kearah mobil komando Habib Rizieq.
Adik ipar meminum obat batuk sachetnya, sementara saya masih celingukan mencari kalau-kalau ada tukang asongan yang menawarkan air minum dan obat-obatan. Tapi sayangnya nihil. Akhirnya botol air minum terakhir persediaanpun saya habiskan sampai setengah guna mencoba mengurangi pusing dikepala.
Tidak lama terdengar Adzan Isya.
Semua masih dalam kondisi yang khidmat dan kondusif, tidak ada tanda-tanda akan terjadi sesuatu apapun.
Semua masih dalam kondisi yang khidmat dan kondusif, tidak ada tanda-tanda akan terjadi sesuatu apapun.
Setelah adzan Isya berakhir, tiba-tiba kami mendengar terjadi semacam kekacauan dari arah barisan tengah dekat posisi kami sebelumnya dikisaran mobil komando. Hanya dalam hitungan detik saja kamipun melihat ada semacam nyala kembang api naik kelangit.
Kami segera hendak kembali keposisi awal merapat lagi kemobil komando, tapi peserta aksi damai sudah mulai kacau, berlarian kesana kemari. Suara seperti tembakan lagi-lagi terdengar berkali-kali disertai nyala api terang kelangit dan di ikuti oleh asap-asap bertebaran.
Asapnya sampai kearah kami, mata seketika perih. Tenggorokan sakit dan dada serasa mau pecah. Asap itu berbau mesiu. Berpuluh kali lipat lebih keras dari bau percon. Orang-orang disekitar kami mulai saling membantu mengoleskan odol atau pasta diwajah agar efek gas air mata yang dilepaskan oleh pasukan kesetanan itu tidak begitu memedihkan. Begitu juga halnya kami, atas bantuan mereka juga berpasta ria diwajah kami.
Tapi tembakan dilepaskan berkali-kali seakan tidak berhenti. Nyala api dilangit pun susul menyusul. Ada yang teriak bahwa polisi juga menembaki peserta aksi damai dengan peluru karet. Riuhnya jemaah aksi damai yang berlarian kesana kemari akibat penembakan secara brutal ini membuat kami kesulitan merapat kembali ke mobil komando tempat dimana para ulama berada.
Berkali-kali kami harus kesulitan bernapas akibat gas air mata yang dilepaskan itu.
Mata saya sekilas menangkap ada reporter televisi didekat kami berdiri. Saya langsung mengajak adik ipar untuk mendekatinya. Mencoba memberi penekanan pada reporternya untuk meliput berita penembakan itu secara jujur. Ternyata mereka adalah kru dari TVOne. Sayangnya beberapa kali mereka hendak menyiarkan namun dibatalkan melalui perintah dari headset yang menempel ditelinga mereka. Sementara hujan gas air mata semakin beruntun menyerang kami, tidak terkecuali didekat media ini.
Saya dan adik ipar sudah tak kuat lagi menahannya sehingga beberapa kali harus muntah-muntah. Benar-benar dahsyat efek dari gas air mata malam itu. Leher serasa seperti tercekik saat menghisap gasnya.
Dulu, ditahun 1998, saya seorang korlap aksi mahasiswa menurunkan presiden Soeharto dan berkali-kali berhadapan dengan gas air mata pihak kepolisian. Namun baunya tidak seperti ini. Luar biasa sekali.... betul-betul melumpuhkan bahkan saya berani bilang gas air mata yang dilepaskan oleh pihak kepolisian malam itu dapat mematikan!
Gas airmatanya beda dengan gas airmata yang pernah saya hadapi ditahun 98 dulu.
Beberapa ledakan terjadi lagi didepan kami.... orang-orang bertambah panik. Banyak dari mereka yang terjatuh lemas dan saling seret agar menjauh dari lokasi. Orang-orangpun saling berbagi air untuk disiramkan kewajah dan diminumkan untuk mengatasi rasa kekeringan dan terbakar ditenggorokan. Wajah sudah serasa melepuh akibat serangan gas airmata itu berulangkali mengenainya.
MasyaAllah... dari kejauhan kami melihat mobil komando dan ulama juga tidak luput dari penembakan setan-setan berkostum itu. Sama sekali tanpa ada rasa segan. Api meledak beberapa kali diatas langit mobil komando berada.
Pikir saja... ulama ditembaki. Ulama diserang! Siapa lagi yang berani kurang ajar pada ulama jika bukan setan? Setan berwujud manusia. Berkostum lagi. Kumpulan pengecut yang cuma berani mengandalkan senjata ditangan.
Tak kuat akibat beberapa kali terkena gas air mata ini, akhirnya kami keluar dari lokasi sampai didekat gedung RRI. Ditempat ini beberapa orang membisikkan ada sniper disejumlah titik jendela gedung. MasyaAllah. Saya sendiri dengan pandangan mata yang nanar dan merah tak bisa lagi melihat dengan jelas kearah yang dimaksudkan.
Dalam hati saya berdoa untuk kehancuran dan laknat terhadap para setan ini yang telah melakukan perbuatan anarkis terhadap aksi damai para ulama dan umat ini. Saya sampai bilang sama adik ipar saya " Amen ado plisi liwat depan sini, kuterajangke dio, mati-matilah sano", saking marahnya saya malam itu.
Terbayang para ulama dan habaib yang ada didekat mobil komando. Sirine mobil ambulance meraung-raung terdengar diantara keramaian suara tembakan pihak kepolisian. Ada rasa sesal dihati, kenapa tadi harus meninggalkan ulama-ulama itu kepinggir setelah sejak siang hingga jelang Isya kami berjibaku bersama-sama mereka digaris depan.
Saya lihat hp saya, signal cuma ada sebaris kecil... susah untuk berkirim informasi. Saya coba mengakses WhatsApp ke kawan-kawan seperjuangan, baik dari sesama tim Cyber Mujahidin maupun lainnya tapi nihil... pesan-pesan tidak dapat masuk dan keluar. Sinyal putus nyambung.
Disela-sela suasana kacau seperti itu saya menulis pesan ke istri saya agar jika terjadi sesuatu pada saya malam itu, mohon ikhlaskan. Kapanpun pesan itu dapat sampai dan terbaca olehnya.
Bersambung.
No comments:
Post a Comment