Dalam status facebook seorang netizen bernama Hariadi Saptadji yang ternyata juga cuma sekedar copas tulisan orang lain, yaitu tulisan seorang netizen lainnya berinisial Kang Hasan di blognya yang berjudul : Awliya, dan Ironi Kepemimpinan Islam disebutkan bila terkait istilah Wali atau awliya dalam surah al-Maaidah 51 itu bukan untuk kaitannya dengan pilkada modern seperti sekarang ini, masih tulisnya, bagaimana mungkin ada ayat yang mengatur tentang pemilihan pemimpin, padahal pemilihan semacam itu tidak pernah terjadi dimasa lalu?
Jadi, apa yang dimaksud? Apa makna wali atau awliya? menurut si Kang Hasan ini, Wali artinya pelindung, atau sekutu. Ketika Nabi ditekan di Mekah, beliau menyuruh kaum muslimin hijrah ke Habasyah (Ethopia). Rajanya seorang Nasrani, menerima orang-orang yang hijrah itu, melindungi mereka dari kejaran Quraisy Mekah. Inilah yang disebut wali, orang yang melindungi. Kejadian ini direkam dalam surat Al-Maidah juga, ayat 81. Adapun ayat 51 yang melarang orang menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pelindung itu adalah soal persekutuan dalam perang. Tidak ada sama sekali kaitannya dengan pemilihan pemimpin. Ini sudah pernah saya bahas, dan dibahas banyak orang. Demikian tulis Kang Hasan di Blognya.
Benarkah ucapan dari Kang Hasan itu diatas?
Baiklah, sekarang saya ajak kang Hasan dan siapapun orang yang merasa sehaluan dengan dirinya untuk menyaksikan tayangan video Quraish Shihab berikut :
[youtube=https://youtu.be/_9pMtZnTtd0]
Inti dari uraian Professor Quraish Shihab pada video diatas adalah (silahkan dicek sendiri kebenarannya) :
Awliya, jamaknya adalah Wali artinya orang yang dekat, yaitu orang yang seharusnya terdekat dengan kita. Dari sini muncul derivasinya sebagai penolong atau pemimpin. Dimana seorang pemimpin yang cepat memberikan pertolongan kepada masyarakat karena hubungannya yang sangat dekat atau akrab dengan orang yang ia pimpin.
Secara lebih jauh, Quraish Shihab menyebutkan konteksnya ini merupakan hubungan sesama manusia yang tidak ada lagi rahasia saking rapatnya kedekatan mereka.
Nah menurut Quraish Shihab ini, umat Islam jangan angkat mereka, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani seperti ayat-ayat sebelumnya dimana jika orang Yahudi dan Nasrani tersebut suka merubah-rubah kitab sucinya, enggan mengikuti tuntunan al-Qur'an (tuntunan Allah dan Rasul-Nya) dan mengikuti hukum jahiliyah. Jangan mengangkat orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang yang begitu dekat dengan orang beriman, apalagi untuk menjadi pemimpin. Meski demikian, tidaklah terlarang untuk konteks hubungan pergaulan sehari-hari, dagang, membeli barang dari tokonya dan sebagainya.
Sebab orang-orang itu (Yahudi dan Nasrani) adalah awliya untuk masing-masing mereka. Siapa diantara orang beriman (Islam) mengangkatnya sebagai awliya maka dia akan dianggap bagian dari mereka.
Kesimpulan dari ini adalah istilah awliya dalam ayat 51 surah al-Maaidah menurut Professor Quraish Shihab memang memiliki makna pemimpin, teman dekat, sekutu atau bisa juga aliansi. Jadi tidak sekedar sebagai pelindung dalam urusan persekutuan peperangan saja seperti tafsir si Kang Hasan. :-)
Ayo... Suruh Kang Hasan belajar lagi sama Profesor Quraish Shihab yang merupakan pakar tafsir al-Qur'an Indonesia terkait tafsir dan pemahaman istilah Awliya pada Surah Al-Maaidah ayat 51.
Saya memilih pendapat Professor Quraish Shihab dalam hal ini sebab beliau sering dijadikan rujukan oleh orang-orang yang cenderung memperbolehkan memilih orang kafir selaku pemimpin. Saya tidak puas jika hanya mengutip tulisan-tulisan saja, apalagi tulisan yang ditulis ulang oleh orang-orang dalam blog dan situs mereka. Hehehe.... tulisan bisa dimanipulasi, bisa direduksi.
Saya sengaja mencari video asli yang utuh dari ucapan beliau terkait pemahaman istilah Awliya dalam Al-Maaidah ayat 51. Sehingga tidak ada pemelintiran, manipulasi maupun reduksi kata-kata.
Masih menurut Professor Quraish Shihab kita itu dalam video tersebut diatas, umat Islam jangan mengangkat mereka, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani selama mereka ini masih suka merubah-rubah kitab sucinya, enggan mengikuti tuntunan al-Qur'an (tuntunan Allah dan Rasul-Nya) dan mengikuti hukum jahiliyah.
Sekarang apakah sebagai contohnya disini adalah ahok termasuk orang yang enggan mengikuti tuntunan al-Qur'an? jelas iya, sebab dia sampai hari ini faktanya masih kafir. Ahok belum bersyahadat, ahok masih mengikuti hukum jahiliyahnya. Olehnya maka menurut Professor Quraish Shihab, orang semacam ini dilarang dijadikan Awliya, baik itu dalam tafsiran teman dekat, sekutu, aliansi apalagi pemimpin.
Okey ya Kang Hasan.... keliru khan paham anda itu.
Lanjut.
Istilah Awliya ( أَوْلِيَآءَ) dalam al-Qur'an surah Al-Maaidah ayat 51 ini merupakan bentuk jamak dari mufrad Wali. Sekarang mari kita lihat contoh ayat yang menggunakan istilah wali.
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka ( وَلِيُّهُمُ ) di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. ﴾ An Nahl:63 ﴿
Selain itu, ayat-ayat yang bercerita tentang terlarangnya menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin tidak cuma surah Al-Maaidah ayat 51 saja tetapi ada lebih banyak lagi, misalnya :
﴾ Ali Imran:28 ﴿
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (أَوْلِيَآءَ) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).﴾ An Nisaa:144 ﴿
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?﴾ Al Maidah:57 ﴿
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.﴾ At Taubah:23 ﴿
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.﴾ Ali Imran:149 ﴿
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Menurut si Kang Hasan masih dalam blognya, Ketika Nabi ditekan di Mekah, beliau menyuruh kaum muslimin hijrah ke Habasyah (Ethopia). Rajanya seorang Nasrani, menerima orang-orang yang hijrah itu, melindungi mereka dari kejaran Quraisy Mekah. Inilah yang disebut wali, orang yang melindungi. Kejadian ini direkam dalam surat Al-Maidah juga, ayat 81.
Sekarang mari kita tanya pada Kang Hasan... kira-kira duluan mana nih ayat yang turun? Apakah duluan ayat 81-82 surah Al-Maaidah atau duluan surah al-Maaidah ayat 51?
Hehehe.... Kang Hasan yang baik, ayat ke-81 yang menurut Kang Hasan sebagai pembenaran sikap akang itu, meskipun tidak ditemukan Asbabun Nuzul dari ayat 81 dan 82, namun jika kedua ayat ini menurut Kang Hasan sebagai dasar Nabi menyuruh kaum Muslimin hijrah kebawah pemerintahan raja kristen, maka bisa dipastikan ayat-ayat tersebut diturunkan sebelum Hijrah ke Madinah. Sementara ayat 51 dari al-Maaidah diturunkan di Madinah.
Jadi, ayat 81-82 tidak membatalkan ayat 51. Sebaliknya jika ingin mengikuti kaidah berpikir Kang Hasan, maka ayat 51 yang turun belakangan justru dapat menasakh ayat-ayat tersebut yang turun sebelumnya.
Lagipula Kang Hasan, saya kasih tahu ya... Ayat-ayat al-Qur'an terkait dengan keharaman memilih pemimpin kafir semuanya ditujukan pada muslim yang secara aktif dan sadar melakukan pemilihan. Jika kasusnya kita tidak punya kuasa atau tidak terlibat dalam proses pemilihannya maka kita tidak terkena hukum al-Qur'an tersebut. Begitupula kasusnya jika keadaan tengah dalam posisi kondisionil atau darurat maka memakan babipun halal hukumnya apalagi hijrah kebumi Allah yang lain sekalipun daerah itu dipimpin oleh orang kafir sebagaimana kasus hijrahnya 80 orang sahabat Rasul ke Ethiopia (di antara mereka ada Abdullah bin Mas'ud, Ja'far, Abdullah bin Urfuthah, Utsman bin Mazh'un dan Abu Musa sesuai hadist pada Musnad Ahmad no 4168).
Jadi mari luruskan dulu logika berpikir kang Hasan sebelum memulai perdebatan masalah ini ya....
Satu lagi Kang Hasan.... jangan lupa baca juga peristiwa yang terjadi pada jaman Umar dimana beliau Rodiyallahuanhu kemudian menjadikan surah Al-Maaidah ayat 51 sebagai pijakan keputusannya untuk memutuskan hubungan Abu Musa Al-Asy’ari dengan sekretarisnya yang kristen. Silahkan disini baca lengkapnya ya Kang :
https://arsiparmansyah.wordpress.com/2016/10/12/takhrij-atsar-umar-tentang-juru-tulis-nashrani/
Hampir lupa... khusus tentang pemilihan pemimpin yang katanya jaman dulu tidak ada seperti pilkada sekarang sehingga tidak mungkin al-Qur'an berbicara diluar konteks maka perlu di ingatkan bila al-Qur'an merupakan mukjizat Rasulullah yang berlaku sampai kapan saja. Banyak ayat-ayat al-Qur'an menceritakan fenomena-fenomena yang hakekatnya justru baru kita ketahui dijaman sekarang ini. Bukankah hukum-hukumnya mencakup seluruh peradaban? bukankah al-Qur'an bersumber dari Tuhan yang Maha Mengetahui apa yang terjadi dimasa lalu dan apa yang akan terjadi dimasa depan?
Jadi, apa masalahnya Kang Hasan?
Bukankah Allah telah berfirman :
﴾ Al Furqaan:6 ﴿
Katakanlah: "Al Quran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".﴾ Asy Syu'ara:192 ﴿
Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.﴾ Al Baqarah:255 ﴿
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.﴾ Al Hijr:24 ﴿
Sungguh ! Kami sudah mengetahui orang-orang yang hidup sebelum kamu dan sungguh, Kami juga sudah mengetahui orang-orang yang akan hidup dimasa depan﴾ Al Fushilat:42 ﴿
Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.﴾ Al Baqarah:66 ﴿
Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.﴾ Al Maidah:48 ﴿
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran.﴾ Al A'raf:2 ﴿
Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
Adapun keberadaan pemimpin-pemimpin seagama yang kadang bertindak kejam, tangan besi dan juga otoriter terhadap rakyatnya yang notabene seagama dengannya bukanlah hal baru. Bisa terjadi dimana saja dan umat apapun. Hal demikian sama sekali tidak mewakili agama yang ia anut ataupun membatilkan konsep kepemimpinan dalam agama itu sendiri. Bukan konsep kepemimpinan yang diatur oleh agamanya yang salah tetapi oknum atau pelakunyalah yang menyimpang.
Akhirnya itu saja sementara ini Kang Hasan... salam kenal teriring do'a buat anda agar dapat sadar dan kembali kejalan yang benar, sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya terkait pemahaman surah Al-Maaidah ayat 51 ini.
Palembang, 12 Oktober 2016
Armansyah, M.Pd
Lampiran Tambahan :
﴾ Al Baqarah:173 ﴿
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
﴾ An Nisaa:100 ﴿
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
﴾ Ali Imran:195 ﴿
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik".
﴾ An Nisaa:89 ﴿
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong,
﴾ An Nisaa:90 ﴿
kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Musnad Ahmad 4168: Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Musa ia berkata; Aku mendengar Hudaij saudara Zuhair bin Mu'awiyah dari Abu Ishaq dari Abdullah bin Utbah dari Ibnu Mas'ud ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus kami kepada Najasyi, saat itu kami berjumlah sekitar delapan puluh orang, di antara mereka ada Abdullah bin Mas'ud, Ja'far, Abdullah bin Urfuthah, Utsman bin Mazh'un dan Abu Musa, mereka mendatangi Najasyi. Sementara orang-orang Quraisy mengutus Amru bin 'Ash dan Umarah bin Walid dengan membawa hadiah. Tatkala keduanya menghadap Najasyi, keduanya lalu sujud di hadapannya kemudian berdiri di samping kanan dan kirinya. Setelah itu keduanya kepada Najasyi, "Sesungguhnya beberapa orang dari bani paman kami telah datang di negerimu dan mereka membenci kami dan agama kami." Najasyi bertanya, "Dimanakah mereka?" Keduanya menjawab, "Mereka semuanya ada di negerimu, suruhlah mereka menghadap." Najasyi lantas pun memanggil mereka. Ja'far berkata, "Saya yang akan menjadi juru bicara kalian hari ini." Para sahabat lalu mengikutinya, kemudian mereka masuk dan memberi salam tanpa melakukan sujud (seperti yang dilakukan oleh utusan Quraisy). Orang-orang pun bertanya kepadanya, "Kenapa engkau tidak sujud kepada raja?" Ja'far menjawab, "Kami tidak sujud kecuali hanya kepada Allah Azza Wa Jalla." Najasyi bertanya, "Jelaskan kenapa demikian!" Ja'far berkata, "Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla mengutus kepada kami Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wasallam dan memerintahkan kepada kami untuk tidak bersujud kecuali hanya kepada Allah, menyuruh kami untuk shalat dan menunaikan zakat." Amru bin 'Ash berkata, "Sesungguhnya mereka menyelisihi engkau mengenai Isa bin Maryam!" Najasyi bertanya, "Apa pendapat kalian mengenai Isa bin Maryam dan Ibunya?" Para sahabat menjawab, "Kami katakan sebagaimana firman Allah Ta'ala, dia adalah kalimat Allah dan ruh-Nya, Dia masukkan ke dalam rahim wanita perawan dan rajin beribadah (Maryam) yang tidak pernah disentuh oleh laki-laki, dan belum pernah memiliki anak." Ibnu Mas'ud melanjutkan, "Lalu Najasyi mengambil sepotong kayu dari tanah dan berkata, "Wahai sekalian penduduk Habasyah dan para pendeta! Demi Allah, mereka tidak menambahkan sedikitpun dari apa yang kita katakan (yakini tentang Isa). Selamat datang untuk kalian dan untuk orang-orang yang datang bersama kalian, aku bersaksi bahwa dia adalah Rasulullah, dialah orang yang kami dapatkan ciri-cirinya dalam Injil dan dialah rasul yang diberitakan oleh Isa bin Maryam. Tinggallah kalian sesuka hati kalian, demi Allah jika bukan karena urusan kerajaan niscaya aku akan mendatanginya hingga aku yang akan membawa kedua sandalnya dan memberinya air wudlu'. Najasyi kemudian memerintahkan untuk mengembalikan hadiah dari Quraisy." Setelah itu Abdullah bin Mas'ud segera kembali ke Madinah hingga dia dapat ikut serta dalam perang Badar."
Shahih Bukhari 3591: Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari Ibnu Syihab berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah bin 'Abdurrahman dan Ibnu Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengabarkan keduanya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengumumkan meninggalnya an Najasyi raja Habasyah pada hari meninggalnya dan bersabda: "Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini".
Blognya Kang Hasan : http://abdurakhman.com/awliya-dan-ironi-kepemimpinan-islam/
Reposting untuk status FB Hariadi Saptadji disini https://web.facebook.com/hsaptadji/posts/10211334167614840