Sirah Nabawiyah, bila kita baca dan pelajari dengan benar, insyaAllah akan memberikan banyak sekali pelajaran pada kita berkaitan dengan penerapan syariat Islam dalam hal ini hukum-hukum al-Qur'an didalam hidup. Kita semua tahu bahwa life is never flat. Hidup itu tidak rata, pasti bergelombang. Ada suka dan dukanya, malah mungkin bagi sebagian besar dari kita, porsi duka lebih besar ketimbang porsi suka cita. Ada posisi dimana kita sangat dilematis. Berperang antara menegakkan hujjah Allah diatas hujjah Iblis dan bala tentaranya.
Ketika Rasul menyetujui perjanjian Hudaybiyah, banyak yang tidak sepakat dengan beliau. Terlalu lembek, tidak tegas dan boleh jadi dianggap sebagai sikap yang pengecut oleh sejumlah sahabat kala itu. Satu diantaranya Umar ibn Khattab yang begitu berapi-api mempertanyakan keputusan Rasulullah itu.
"Bukankah engkau ini nabiyullah?"Iya, aku nabi Allah." Jawab Nabi. "Bukankah kita dalam kebenaran sedang musuh kita dalam kebatilan?" tanya Umar. "Benar" jawab Rasulullah.
"Lantas mengapakah kita mau terima direndahkan dan dihina dalam agama kita?." Rasulullah menjawab "Aku ini seorang utusan Allah dan tak akan aku membangkang-Nya, Dia adalah pembelaku.
Masih tidak puas dengan jawaban Nabi, Umar mendatangi Abu Bakar. "Wahai Abu Bakar, bukankah ini nabiyullah sejati? Ia menjawab "Benar."
"Bukankah kita diatas kebenaran sedang musuh kita berada dalam kebathilan?.
Abu Bakar menjawab "Benar".
"Lantas mengapakah kita memberikan penghinaan kepada agama kita?
Abu Bakar menjawab "Heih, dia itu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, tak akan ia membangkang Tuhannya 'azza wajalla sebab Dialah penolongnya".
Yah, ini dialog ketidak puasan Umar ketika merasa wibawa kebenaran agama harus tunduk pada kebatilan. Mungkin sosok Umar dalam kasus ini, mewakili banyak kita dikehidupan ini yang tidak puas dan tidak rela kebatilan mengungguli kebenaran. Kita marah dan tidak menerima kenyataan. Kenapa orang jahat selalu menang, kenapa koruptor bebas bergentayangan, kenapa orang munafik selalu terpilih jadi pemimpin, kenapa orang kaya selalu bisa menindas orang lemah, kenapa orang yang benar kadang harus mengalah pada orang yang salah, bukankah kita ini benar?
Ayo mari kita lihat bagaimana cara Rasulullah menyikapinya. Kita tadabburi sudut pandang Rasulullah dalam dakwahnya. Disini tuntunan kita khan jelas adalah Rasulullah. Beliau percaya bahwa Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Kebenaran pasti akan menang. Tapi semua butuh waktu, perlu proses yang boleh jadi berliku. Kita dianggap kalah, kita dianggap salah silahkan. Tapi wait, kitalah sebenarnya pemenang dan itu kelak akan terbukti. Jika kita tak percaya janji Allah, artinya kita mengingkari kebenaran al-Qur'an.
Dialog Umar dan Rasul diatas dikutip dari Hadist Riwayat Ahmad nomor 18166 dalam sunannya.
Arsip FB tanggal 20 Jan 2014