Thursday, September 11, 2014

Norman Kamaru dan berita yang merendahkan profesi

Awalnya, saya sempat membaca beberapa berita yang dishared oleh sejumlah kawan-kawan di timeline facebook saya terkait tokoh Norman kamaru, seorang mantan anggota Brimob Gorontalo berpangkat Briptu yang mendadak terkenal karena video menirukan joged dan lagu India berjudul Caiya-caiya...


Hal yang membuat mata saya menyipit adalah pemberitaan yang dimuat terkait profesi Norman saat ini yang menjadi tukang bubur untuk menghidupi keluarganya. Ada hal yang saya jujur tidak suka dengan pemberitaan profesinya saat ini. Seolah ada kesan merendahkan dan menyepelekan. Dan itu tidak hanya oleh media-media sekuler saja, tapi bahkan oleh beberapa sahabat saya di dunia maya.


Ini misalnya ... (lihat yang saya lingkari merah)


normandiliputan6


Bro and Sis.... memang jika Norman jadi tukang bubur kenapa? apa menurut anda profesi itu hina? rendah? lalu jadi seorang Polisi itu mulia, hebat, gitu? jadi karyawan kantoran yang digaji per-bulan adalah mulia dan hebat, gitu? jadi seorang pegawai negeri, punya posisi sebagai kabid, kepala dinas adalah mulia dan hebat, gitu? Jadi dokter, kepala sekolah, dosen, guru dan lain sebagainya sudah membuat kita mulia dan hebat, gitu?




Kapan kita mulai dapat menghormati dan tidak merendahkan profesi yang digeluti oleh seseorang? karena dia jadi tukang bubur, lalu semua kompak memberitakan norman dengan kata-kata prihatin. Padahal belum tentu dimata Allah rezeki yang kita dapatkan dari profesi kita hari ini lebih halal dan lebih toyyib daripada rezekinya norman sebagai tukang jual bubur.... belum tentu bos, bro, coy, sis, tante dan eneng.





Mereka yang bekerja sebagai kuli bangunan, buruh pabrik, montir mobil, satpam, tukang jual bubur.... boleh jadi rezeki mereka jauh dan jauh lebih halal ketimbang rezeki kita semua. Boleh jadi taqwanya mereka itu lebih huebat dari kita. Masih ingat dengan Mak Yati, seorang pemulung yang menabung selama 3 tahun lalu mampu berkurban 2 ekor kambing? Hayo... apa kita-kita yang merasa lebih baik kerjanya dari Mak Yati, pernah melakukan hal serupa? paling banter kita ikut arisan kurban, keroyokan bayarnya. Itupun pas mau setor uang itu, hati pada ngedumel.


Intinya maksud saya, setiap dari kita sudah punya peran masing-masing dari Allah. Jadi wajar-wajar sajalah memberitakan profesi seseorang. Bila hari ini norman jualan bubur, itu harusnya kita hargai, bukan malah di prihatinkan. Dia sedang mengarah menjadi pengusaha bubur hebat. Dia sudah memulai bisnis pribadinya. Dia berwiraswasta. Boleh jadi tahun depan, 2 tahun lagi atau 5 tahun kemudian, norman berhasil menghajikan puluhan karyawan yang bekerja dengannya disebuah rumah makan khusus bubur. Siapa sih yang bisa menebak perubahan nasib seseorang?


Mari kita belajar untuk menghargai setiap profesi orang lain. Bukan karena dia tukang bubur, pemulung, tukang jual koran, satpam dan sebagainya dan seterusnya maka profesi itu rendah dan hina. Islam tidak mengenal kasta. Dimata Allah yang ada hanya taqwa.


Setidaknya, jika berita ini memang benar adanya, maka Norman Kamaru sebagai kepala keluarga masih bertanggung jawab terhadap keluarganya. Dia tidak malu bekerja sebagai tukang bubur. Lihat fakta disekitar kita, berapa banyak seorang ayah dan suami yang notabene kepala keluarga, justru lari dari tugas dan tanggung jawabnya itu? Saya memberi apresiasi untuk Norman. Siapa saja yang bertemu dengan beliau, tolong sampaikan salam saya untuknya.


Armansyah, 09/09/2014
Palembang Darussalam.

No comments:

Post a Comment