Sunday, September 7, 2014

Siapa Ahli Kitab?

Disejumlah kalangan umat Islam masih terdapat perdebatan tentang golongan orang yang masuk dalam klasifikasi Ahli Kitab. Siapa ahli kitab yang dimaksud oleh al-Qur'an? Apakah orang-orang ahli kitab ini masih ada dijaman kita modern sekarang ini? Samakah orang musryik dengan orang ahli kitab?


Dengan mengucap Bismillah, saya tertarik untuk ikut membahasnya.... semoga bermanfaat.


Saya awali dulu dengan hadist berikut:




Musnad Ahmad 2365: Dari Ibnu Abbas tentang firmanNya (Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi), ia berkata; "Bangsa Romawi dikalahkan dan akhirnya kalah." Ia berkata; "Orang-orang Musyrik senang (berharap) jika bangsa Persia dapat mengalahkan bangsa Romawi, karena mereka adalah penyembah berhala, sedang kaum Muslimin senang (berharap) jika Romawi dapat mengalahkan Persia, karena mereka adalah Ahli Kitab. Maka orang-orang menceritakannya pada Abu Bakar, maka Abu Bakar menceritakannya pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh nantinya mereka akan menang."



Dari hadist diatas kita mendapat gambaran bahwa antara Ahli Kitab dengan kaum Musryik itu berbeda. Dimana perbedaan itu adalah kaum Ahli Kitab merupakan orang-orang yang pernah diturunkan kepada mereka wahyu melalui para Nabi dan Rasul meskipun wahyu itu sendiri tidak lagi dalam bentuk aslinya dan telah dirubah-rubah sesuai nafsu mereka. Sedangkan kaum musryik adalah mereka yang murni menyembah berhala, seperti menyembah api, menyembah matahari, menyembah pepohonan dan sejenisnya.


Ada lagi hadist penguat pendapat kita ini ....




Musnad Ahmad 2099: Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; "Orang-orang Musyrik biasa membelah rambut mereka, sedangkan Ahli Kitab mengurai -Ya'qub berkata; - rambut mereka. Sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam senang dan suka menyamai Ahli Kitab -Ya'qub melanjutkan; - di sebagian perkara yang tidak diperintahkan." Sedang Ishaq menyebutkan; "Pada perkara yang tidak diperintahkan." Ishaq melanjutkan; "Pada perkara yang tidak diperintahkan. Lalu beliau mengurai rambut bagian depannya, dan beliau membelahnya."


Sunan Ibnu Majah 3622: Dari Ibnu Abbas dia berkata, "Para ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) membelah dua rambut mereka, sedangkan orang-orang Musyrik mengurai rambut mereka, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam senang seperti ahli Kitab." Anas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengurai rambutnya dan membelah menjadi dua."


Musnad Ahmad 6429: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Sesungguhnya akal dua ahli kitab adalah setengah dari akal kaum muslimin, mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani."


Musnad Ahmad 21205: Dari Abu Umamah berkata; Aku berada dibawa kendaraan Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam saat penaklukkan Mekah, beliau mengucapkan kata-kata baik dan indah, diantara yang beliau sabdakan; "Barangsiapa yang masuk Islam dari dua ahli kitab maka ia mendapatkan pahala dua kali, ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti kita, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum musyrikin maka ia mendapatkan pahalanya, ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti kita."



Jadi melalui berbagai riwayat ini, istilah Ahli Kitab yang dimaksud memang adalah kaum Yahudi dan kaum Nasrani. Sementara kaum musryikin adalah diluar keduanya. Hal ini tidak menjadi perbedaan dikalangan para ulama Islam.




Musnad Ahmad 13379: Dari Anas bin Malik berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ubay bin Ka'ab, Hajjaj berkata; tatkala turun ayat, "Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) " --keduanya (Hajjaj dan Anas bin Malik Radliyallahu'anhuma) meneruskan pembicaraan-berkata; Allah 'azza wajalla menyuruhku untuk membaca di hadapanmu, LAM YAKUNILLADZINA KAFARU... (Ubay bin Ka'ab Radliyallahu'anhu) bertanya, apakah Allah 'azza wajalla menyebut-nyebut namaku?."Ya", jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. (Anas bin Malik Radliyallahu'anhu) berkata; kontan Ubbay menangis.



Sekarang apakah kaum Ahli Kitab yang ada dijaman Rasulullah dan dimaksud oleh nash-nash agama adalah sama seperti orang-orang yang hari ini mengaku sebagai kaum yahudi dan kristiani?


Mari kita lihat nash berikut :





Musnad Ahmad 16512: Telah menceritakan kepada kami Hisyam berkata; telah mengabarkan kepada kami Abdul Hamid yaitu Ibnu Bahran berkata; telah menceritakan kepada kami Syahr yaitu Ibnu Hausyab, telah menceritakan kepadaku Ibnu Ghanam sesungguhnya Syaddad bin Aus menceritakannya dari hadits Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, "Sungguh orang-orang jahat dari umat ini akan mengajak kepada kebiasaan umat-umat yang terdahulu sebelum kalian yaitu Ahli Kitab, secara angsur-angsur sejengkal demi sejengkal (seukuran bulu anak panah demi bulu anak panah)."


Sunan Nasa'i 5305: Dari Ibnu Abbas ia berkata; "Raja-raja setelah Nabi Isa bin Maryam 'Alaihi Ash Shalatu was Salam mengubah Kitab Taurat dan Injil, padahal di tengah-tengah mereka ada orang-orang yang membaca Kitab Taurat. Lalu dikatakan kepada raja-raja itu; "Kita tidak mendapatkan celaan yang lebah buruk dari celaan mereka. Mereka membaca: ' Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir'. Ayat-ayat itu mereka baca untuk mencela perbuatan kita, maka ajaklah mereka agar mereka membaca sebagaimana yang kita baca, dan beriman sebagaimana yang kita imani." Raja-raja itu lalu mengajak orang-orang yang membaca Taurat (orang-orang yang beriman), kemudian mengumpulkan dan menawarkan kepada mereka; (memilih untuk) dibunuh atau mereka meninggalkan bacaan Taurat dan Injil mereka, kecuali jika mereka mau membaca Taurat dan Injil sebagaimana bacaan yang telah mereka ubah."


Musnad Ahmad 14623:  'Umar bin khatab menemui Nabi Shallallahu'alaihiwasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: "Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khottob?. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebatilan lalu kalian membenarkannya?. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku."


Shahih Bukhari 6814: Dari Abu Hurairah berkata, 'Ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa arab untuk pemeluk Islam! Spontan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Jangan kalian benarkan ahli kitab, dan jangan pula kalian mendustakannya, dan katakan saja '(Kami beriman kepada Allah, dan apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu) '."


Shahih Bukhari 6969: Dari Abdullah bin Abbas berkata, "Wahai segenap muslimin, bagaimana kalian bertanya ahli kitab tentang sesuatu, sedang kitab kalian yang Allah turunkan kepada nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam adalah berita paling baru tentang Allah yang tidak dicampuri oleh sesutu apapun, dan Allah telah menceritakan kepada kalian bahwa ahli kitab mengubah-ubah kitab Allah dan merubah-rubahnya. Setelah itu mereka tulis kitab-kitab Allah dengan tangannya, dan mereka katakan, 'Ini dari Allah', yang demikian untuk mereka beli dengan harga yang sedikit, tidakkah ilmu yang datang kepada kalian melarang kalian bertanya kepada mereka? Tidak, demi Allah, tidak akan kami lihat salah seorang di antara mereka bertanya kalian tentang yang diturunkan kepada kalian."


Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi.  (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah dirobah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah" Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (al-Qur'an surah al-Maaidah ayat 41)



Berdasar nash-nash tersebut diatas, maka orang-orang Ahli Kitab yang terdiri dari orang Yahudi dan Nasrani yang ada pada masa kenabian Muhammad SAW adalah sama saja dengan orang-orang yang hari ini menyebut diri mereka sebagai orang Yahudi dan Kristiani. Kitab mereka memang sudah dirubah-rubah, Taurat yang ada pada hari ini bukan Taurat yang pernah turun kepada Nabi Musa, begitupula Injilnya, bukanlah pula Injil yang pernah turun pada Nabi Isa al-Masih. Tapi mereka adalah orang yang dimaksud sebagai orang Ahli Kitab.


Oleh sebab itu ada ayat dalam al-Qur'an yang menyerukan pada mereka :




Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (al-Qur'an surah Ali Imron ayat 64)


Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang hak dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (al-Qur'an surah Ali Imron ayat 71)


Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (al-Qur'an surah al-Maaidah ayat 68)




Tapi bukankah dalam al-Qur'an ada disebutkan bahwa Ahli Kitab itu tidak sama? Bagaimana penjelasannya?


Baiklah.... mari kita lihat dulu nashnya.




Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). (Sumber: al-Qur'an surah Ali Imron ayat 113)



Perlu diketahui bahwa Asbabun Nuzul atau sebab-sebab turunnya ayat tersebut adalah wafatnya raja Najasyi yang memeluk Islam secara diam-diam dari umatnya, kaum Ahli Kitab. Sehingga ketika ia wafat, orang-orang di Habasyah mengira ia masih dalam status ke kristenannya, padahal sesuai dengan wahyu yang telah diterima oleh Rasul melalui malaikat Jibril bahwa Najasyi sebenarnya telah beriman secara sembunyi-sembunyi kepada beliau SAW.




Musnad Ahmad 14754: Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun dari Sa'id telah memberitakan kepada kami Qatadah dari 'Atho' bin Abu Robah dari Jabir bin Abdullah berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Shalatlah kalian atas saudara kalian yang telah meninggal bukan di tempat kalian." Mereka bertanya, siapa itu Wahai Rasulullah? Beliau menjawab, seorang Najasyi yang bernama Ashhamah. ('Atho' bin Abu Robah Radliyallahu'anhu) berkata; saya bertanya, apakah kalian membentuk shof?. (Jabir bin Abdullah Radliyallahu'anhuma) berkata 'Ya', saya berada pada shof ketiga.


Sunan Ibnu Majah 1526: Telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnul Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Mahdi dari Al Mutsanna bin Sa'id dari Qatadah dari Abu Ath Thufail dari Hidzaifah bin Asid berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar bersama para sahabatnya, beliau lalu bersabda: "Shalatlah untuk saudara kalian yang meninggal di tempat lain, " para sahabat bertanya, "Siapa itu?" beliau bersabda: "Najasyi. "


Musnad Ahmad 19044: Telah menceritakan kepada kami Mahbub bin Al Hasan, telah menceritakan kepada kami Khalid Al Hadzdza` dari Abu Qilabah dari Abu Al Muhallab dari 'Imran bin Hushain bahwa ketika kabar wafatnya Najasyi sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sungguh saudara kalian raja Najasyi telah wafat, maka shalatlah untuknya." Lalu beliau berdiri untuk mengerjakan shalat sementara orang-orang mengikuti di belakang beliau."


Shahih Muslim 1585: Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Isma'il -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub Telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abu Al Muhallab dari Imran bin Hushain ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya saudara kalian (raja Najasyi) telah meninggal, karena itu berdirilah kalian (untuk shalat ghaib) atasnya." Dan di dalam riwayat Zuhair tercantum; "Sesungguhnya saudara kalian (Inna Akhaakum)."


Sunan Abu Daud 2790: Telah menceritakan kepada kami 'Abbad bin Musa telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Israil dari Abu Ishaq dari Abu Burdah dari ayahnya ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kami agar pergi ke Negerinya Najasyi. kemudian ia menyebutkan haditsnya, An Najasyi berkata; aku bersaksi bahwa ia adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan ia adalah orang yang dikabarkan oleh Isa bin Maryam, seandainya aku tidak mengurusi kerajaan niscaya aku akan mendatanginya hingga aku membawakan kedua sandalnya.



Jadi jelas bahwa yang dimaksud oleh ayat 113 dari surah Ali Imron bukan meniadakan kekafiran dari Ahli Kitab tetapi pernah ada diantara orang Ahli Kitab yang beriman kepada kenabian Muhammad SAW tetapi menyembunyikan keimanan itu dari umatnya dengan pertimbangan keselamatan dan juga politik. Apakah hal itu diperbolehkan?




Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar. (al-Qur'an surah aN-Nahl ayat 106)



Tapi... bukankah dalam al-Qur'an ada disebutkan :



وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ


 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta mengerjakan amal yang baik, maka mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka berduka cita.  (Surah al-Baqarah ayat : 62)


Jawab :




إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا



1. Sesungguhnya orang-orang yang beriman 

 

Sudah jelas disini orang-orang yang beriman maksudnya adalah umatnya Nabi Muhammad Saw, yaitu orang yang mengakui Allah Tuhannya dan Muhammad Nabi-Nya, termasuk didalamnya orang kafir yang akhirnya menerima Islam.

 

2. orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin


وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ





Yahudi, Nasrani dan Shabi’in adalah gelar bagi mereka yang bukan umat Muhammad Saw.

Orang Yahudi jelas merujuk pada umatnya Nabi Musa yaitu salah satu suku terbandel dari Bani Israel, dimana mereka-mereka ini menolak menerima Isa dan Muhammad sebagai Nabi.

Orang Nasrani merujuk pada umatnya Nabi Isa as, baik mereka itu dari kalangan Israel (termasuk Yahudi) atau diluarnya, yang jelas disini orang-orang Nasrani adalah mereka yang mengakui akan kenabian Musa dan juga pengutusan Isa al-Masih.


Orang-orang shabiin adalah gelar bagi orang-orang yang beragama diluar umat Muhammad, Isa dan Musa, ada juga yang mengartikannya sebagai orang yang gemar bertukar agama, ada juga yang berpendapat bahwa Shabiin ini gelar bagi orang-orang penyembah bintang, namun saya pribadi lebih memilih pendapat yang pertama.

Satu catatan awal, bahwa orang yang kafir lalu Islam tidak lagi disebut Yahudi, Nasrani atau Shabiin tetapi ia disebut orang yang beriman alias Muslim, sehingga ketiga istilah tersebut kontekstualnya merujuk pada orang-orang yang belum atau tidak mengakui Islam secara kaffah sesuai ajaran Muhammad Saw.




 


مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ



 

3. siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta mengerjakan amal yang baik, maka mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka berduka citaAyat ini sambungan dari ayat sebelumnya, kita lihat bahwa disini konteksnya hanya beriman kepada Allah, hari kemudian dan mengerjakan amal yang baik.

 


Ayat ini sama sekali tidak disebutkan mengenai keimanan terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw (Islam Kaffah, totalitas). Sehingga maksudnya, siapa saja diantara ketiga golongan tersebut (Yahudi, Nasrani dan Shabiin) yang bersih Tauhidnya, tidak mengadakan sekutu bagi Tuhan, percaya adanya hari pembalasan, hari dimana semua rahasia dibuka, semua perbuatan baik dan buruk akan mendapat balasan dan selama hidupnya mereka senantiasa mengerjakan amal kemanusiaan, berbuat baik kepada semua orang, semua makhluk maka mereka-mereka dari ketiga golongan tersebut akan menerima ganjaran dari sisi Allah.




Jadi esensi yang ditekankan adalah esensi monotheisme atau esensi Tauhid ilahiah, kesimpulan ini berhubungan erat dengan kenyataan yang terjadi dalam sejarah ketika Nabi berhadapan dengan para pendeta Najran, mari kita analisa lagi dialog antara keduanya yang direkam oleh al-Qur’an :



"Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (al-Qur'an surah Ali Imron ayat 64)





Kita baca dari dialog diatas, Nabi sama sekali tidak mengejar pengakuan para pendeta ahli kitab itu terhadap klaim kenabiannya, setelah ajakan kepada seruannya tidak diterima, Nabi akhirnya mengajak pada nilai-nilai luhur monotheisme, artinya kira-kira : tidak apa anda tidak mengakui saya sebagai Nabi Tuhan asalkan anda tetap memegang prinsip satu Tuhan.Dan bila kita kembalikan konsep ini pada semua cerita yang ada dalam al-Qur’an akan semakin jelas betapa masalah monotheisme ini sangat memegang dominasi kitab suci. Nyaris semua ayat berupa seruan terhadap ketunggalan Allah tanpa sekutu, dan disisi lain, konsep ini pun selaras dengan ajakan para Nabi dan Rasul sebelum Muhammad Saw diutus.


وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ


 

Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah Aku oleh kamu semua” (surah al-Anbiya ayat 25)



Jika ini digambarkan sebagai pluralisme dalam beragama, mungkin benar, tetapi ingat, pluralisme yang kita bahas adalah pluralisme yang sifatnya monotheisme, bukan pluralisme campur aduk semua konsep ketuhanan.

 


Untuk itu maka hal ini bisa diselaraskan dengan ayat Allah berikut :




Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam. Tetapi orang-orang yang diberi kitab itu tidak berselisihan kecuali sudah datang pengetahuan kepada mereka dan karena sifat dengki diantara mereka. Siapa saja yang tidak percaya kepada Allah, maka sungguh Allah itu sangat cepat penghitungannya. – Qs. ali Imron 3: 19


 

Islam artinya berserah diri, damai dan pelakunya disebut Muslim dan Muslimah.Maksud berserah diri disini berserah diri kepada Allah yang lam yalid walam yulad, Allah yang Qiyamuhu Binafsihi ataupun Allah yang Ahad.



Saat Allah menyebut agama disisi-Nya hanya Islam, maka siapa saja dari golongan yang meyakini akan ke Ahadan Allah, ke- lam yalid walam yuladnya Allah, ke-Qiyamuhu Binafsihi-nya Allah serta Allah itu bersifat laysakamislihi syai-un maka mereka termasuk dalam defenisi Islam pada ayat ini sekalipun mereka misalnya tidak mengakui akan kenabian Muhammad.


Lalu, dalam realitas sekarang ini, masih adakah orang-orang yang dimaksud oleh Qs. al-Baqarah 3 ayat 62 diatas ?

Saya jawab – MASIH -.

Kita tahu orang-orang Yahudi masih hidup dan sebagian besar dari mereka bukan pemeluk ajaran Isa entah ajaran monotheismenya maupun ajaran penyimpangan model Paulus dengan polytheismenya, mayoritas orang Yahudi yang hidup sekarang adalah mereka yang menjunjung tinggi kenabian Musa as., mereka adalah orang-orang yang bertauhid kepada Allah.

Namun memang sayang, dari jumlah sekian itu banyak pula orang-orang Yahudi yang menjadikan alim ulamanya, para pemimpinnya sebagai tuhan-tuhan yang harus ditaklidkan yang harus di-ikuti sekalipun mereka salah sebagaimana hal ini sudah disinggung oleh al-Qur’an sendiri :



Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah – Qs. at-Taubah 9:31



Tetapi fakta juga bahwa selalu ada peluang 1 dari 100 orang Yahudi yang bejat adalah seorang Yahudi yang tauhidnya oke, tingkah lakunya oke, gemar berbuat kebaikan dan percaya akan hari berbangkit.Itu untuk kaum Yahudi, lalu bagaimana dengan kaum Nasrani ?Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak semua pemeluk Kristen dewasa ini setuju dengan paham Trinitas, fakta bahwa ada juga yang menyebut diri mereka orang-orang Kristen Yehovah dengan Watch Towernya.

Jemaah ini menolak keras penuhanan al-Masih, bagi mereka Isa adalah Isa, seorang manusia dan Isa bukan Tuhan. Bagi mereka Tuhan adalah satu, tidak beranak dan tidak juga menjelmakan diri sebagai makhluk.Golongan ini jelas secara prinsip memenuhi standar Tauhid pada surah al-Baqarah ayat 62.

Lalu bagaimana pula dengan kaum Shabiin ?

Saya ingat pernah membaca pengalaman pengembaraan almarhum Ahmad Deedat ke Afrika Selatan ditengah masyarakat Zulu, disana ia menemukan kaum yang menyebut Tuhan mereka dengan nama uMVELINQANGI, lalu di India menurut beliau ada juga yang menyembah Tuhan bernama PRAMATMA, Bangsa Aborigin di Australia Selatan memanggil Tuhannya dengan istilah ATMATU.

Dan semua Tuhan-tuhan tersebut berdasarkan penyelidikan Ahmad Deedat tidak mencerminkan sistem polytheisme, artinya itu adalah konsep Tauhid atau monotheismenya masing-masing kaum (Lihat : Ahmed Deedat, Allah dalam dalam Yahudi, Masehi, Islam, terj.H. Salim Basyarahil, H. Mul Renreng, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 1994, hal. 21-28), dan ini mengindikasikan terpenuhinya kriteria Qs. al-Baqarah ayat 62.

Dengan demikian, terbukti bahwa ayat al-Qur’an memang benar dan selalu uptodate, tidak ada kontradiksi antara satu dengan lain ayat atau konflik antar ayat dengan kenyataan. Susu saja ada versi standard dan ada versi Gold. Jelas, versi Gold lebih enak dan lebih mahal. Lebih segala-galanya dari versi yang standard. Iya khan? Jadi... mereka yang mentauhidkan Allah dan bernabikan Muhammad SAW adalah orang-orang dalam kelompok istimewa, orang-orang emas... the golden people. Berhak untuk mendapat syurga firdaus yang tertinggi.

Sunan Ibnu Majah 1946: Dari Abu Burdah dari Abu Musa ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memiliki budak wanita, ia mendidiknya dengan sebaik-baik pendidikan, ia ajari dengan sebaik-baik pengajaran, kemudian ia merdekakan dan nikahkan, maka ia mendapat dua pahala. Laki-laki mana saja dari ahli kitab, ia beriman kepada Nabi-Nya dan juga kepada Nabi Muhammad, maka ia mendapatkan dua pahala. Budak mana saja yang melaksanakan hak Rabbnya dan hak tuannya, maka ia mendapatkan dua pahala."



Hm... Baiklah, tapi bagaimana status pemberlakuan hukum pada kaum musryik tersebut? apakah juga berbeda dengan kaum ahli kitab?








Muwatha' Malik 544: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ja'far bin Muhammad bin Ali dari Bapaknya, bahwasanya Umar bin al Khatthab menyebut-nyebut tentang orang Majusi. Ia berkata, "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan terhadap mereka." Lantas Abdurrahman bin Auf berkata, "Aku bersaksi bahwa aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hukumilah mereka sebagaimana Ahli Kitab."



Jadi dalam hal pelaksanaan hukum, maka keduanya disamakan statusnya. Mereka yaitu orang-orang musryikin dianggap sebagai bagian dari Ahli Kitab. Apakah keseluruhan hukumnya harus disamakan? maka jawabnya iya, kecuali yang memang telah diatur secara khusus membedakannya. Misalnya :




Musnad Ahmad 14122: Telah menceritakan kepada kami Aswad bin 'Amir telah menceritakan kepada kami Syarik dari Asy'ats bin Sawwar dari Al Hasan dari Jabir dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh masuk masjid kami ini seorang musyrik pun setelah tahun ini (tahun Penaklukan Mekah), kecuali orang-orang Ahli Kitab dan para pembantu mereka".



Dari status kekafiran maka mereka yaitu Ahli Kitab dan kaum Musryik adalah sama-sama kafir, sebab mereka tidak menyembah pada Allah dengan memurnikan ketauhidan pada Allah, mereka tetap menyembah dan menyekutukan Tuhan lain seperti membuat tuhan anak, tuhan bapak dan seterusnya yang sejenis, mereka juga mempersonifikasikan tuhan kedalam bentuk patung atau icon lain tertentu. Disitulah kafirnya mereka secara ketuhanan. Kafir secara kenabian, mereka jelas tidak mengimani kenabian Muhammad SAW.




Dan seandainya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga yang penuh kenikmatan. (al-Qur'an surah al-Maaidah ayat 65) 


Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun. (sumber: al-Qur'an surah al-Maaidah ayat 72)



Bumi Palembang Darussalam
07 September 2014


Armansyah Azmatkhan

No comments:

Post a Comment