Saturday, March 21, 2015

Anta maa taquulu: Mulutmu adalah dirimu!

Dahulu, almarhum guru spiritual saya pernah berkata: Jika engkau ingin melihat sejauh mana mendarah dagingnya dzikrullah itu pada diri seseorang, kejutkanlah ia secara tiba-tiba lalu lihat apa ucapan pertama yang keluar dari mulutnya secara spontan.


Dalam rentang waktu yang panjang, saya sudah bertemu banyak sekali ragam dan sifat manusia. Mulai dari orang-orang yang kerap terlihat sebagai orang yang alim, menjadi pengurus masjid, pakai sorban, gamis panjang waktu dimasjid, tapi pas bertemu diluar waktu ibadah ternyata menggunakan celana pendek yang memperlihatkan auratnya. Ada pula orang yang terlihat terpelajar atau cendikia, bahkan gelar sarjananya sudah mencapai gelar doktor namun akhlaknya bobrok, lisannya selalu mencaci maki orang lain. Lalu ada sekelompok orang yang terlihat biasa-biasa saja hidupnya, ia mencari nafkah buat keluarganya sejak pagi hingga sore hari, jarang terlihat dalam berkumpul-kumpul dikampung maupun masjid, namun ternyata ia lebih sholeh dari orang yang terlihat alim sebelumnya, tak mau ia bercelana pendek keluar dari rumahnya, dan ada pula saya melihat orang yang bahkan gelar sarjananya tak setinggi sang doktor tetapi akhlaknya begitu mulia. Lisannya terjaga dari hal-hal yang keji. Dan seterusnya.




Jasad manusia pada dasarnya ibarat sebuah teko, apa yang ada dalam teko itu maka ialah yang akan keluar ketika teko tersebut dituangkan. Jika memang isi teko itu adalah kopi, maka ketika ia ditumpahkan akan tetap keluar kopi, begitu pula jika ia berisi teh, berisi madu atau terisi kotoran. Teko hanyalah wadag atau cashing yang menutupi isi didalamnya. Sebagai wadah maka teko dapat saja dilapisi oleh emas dan intan berlian tetapi manakala isinya dikeluarkan maka ia taklah dapat mengaburkan isi didalamnya. Baik itu air yang bermanfaat dan menyegarkan atau ia berupa air yang kotor dan bau.



Inilah manusia, gelar sarjananya boleh saja tinggi, bahkan jangankan sebatas seorang yang bergelar doktor, beberapa waktu lalu kita semua malah membaca di media bila ada seorang profesor yang terlibat narkoba dan sex bebas dengan mahasiswanya sendiri. Bukan pula hal yang baru bila kita membaca ada guru mengaji yang melecehkan santrinya bahkan termasuk pula keuskupan yang ada dibawah vatikan juga pernah dihebohkan dengan bentuk pelecehan dan perilaku seks menyimpang oknum-oknumnya. Jadi tidak terlalu kaget bila kemudian ada berita yang memperlihatkan seorang pejabat negara yang mestinya sangat beretika dan santun justru dari mulutnya keluar kata-kata kotor yang tidak mencerminkan akhlakul karimah. Anta maa taquulu, engkau adalah apa yang keluar dari mulutmu. Jaman sekarang ini, banyak manusia memakai topeng. Sehingga banyak insan-insan lugu dapat dengan mudah dikelabuinya.


Terimakasih guruku, engkau telah memberikan pelajaran yang sangat berharga dan terus terbukti kebenarannya meski sudah sekian tahun jasadmu berada diperut bumi, kembali pada Tuhanmu. Semoga amal ibadahmu senantiasa diganjari dengan syurga. Aamiin. (Dedicated to almarhum K.H. Asfanuddin P.)




Mari sahabat semua, kita terus perbaiki diri kita, akhlak kita, lisan kita, dzikir kita. Bayangkan jika semua jabatan kita, semua gelar kesarjanaan kita, semua kekayaan dan status sosial kita lainnya itu cuma sekedar topeng yang menutupi kebobrokan diri kita padahal kita tak lebih baik dari para preman jalanan yang jauh dari ketinggian budi pekerti, pemahaman ilmu dunia dan agama, maupun kesehatan berpikir hingga lingkungan yang mulia. Akan ada waktunya topeng kita terlepas diatas lantai dansa lalu semua orang akan melihat betapa buruknya rupa kita yang sesungguhnya. Na'udzubillahiminzalik.



Semoga kita semua dapat wafat secara husnul khotimah dibawah naungan hidayah dan bimbingan Allah. Aamiin.


Salam dari Palembang Darussalam.
21 Maret 2015.
Armansyah

No comments:

Post a Comment