Akhir-akhir ini saya melihat adanya sebuah konspirasi besar yang dirancang untuk secara aktif terus menerus mengadu domba antar elemen dan kekuatan Islam di negeri ini. Entahlah apakah ada kaitannya dengan situasi politik yang sejak awal menjarakkan antara poros Islam dengan pihak penguasa ataukah memang ada tangan-tangan hitam ketiga yang hendak menghancurkan dominasi dan persatuan ditengah umat oleh kaum kafir dan munafik, wallahua'lam. Namun kejadian ini mengingatkan saya pada kejadian politik jelang dan sesudah pelengseran presiden Abdurrahman Wahid yang membenturkan Muhammadiyah versus Nahdlatul 'Ulama. Sehingga bahkan ada kelompok tertentu yang menghalalkan darah tokoh reformasi sekaligus ketua MPR kala itu, Amien Rais.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memihak kelompok manapun yang tengah dilibatkan namun semata demi meminimalisir efek yang melebar terhadap cara pandang serta sikap kita pada sesama pengucap syahadat. Ingatlah bahwa sekecil apapun upaya yang kita lakukan, ikut memberi kontribusi terhadap proses islah dan perbaikan, minimal pada orang-orang yang terdekat dengan kita.
Setelah usaha keras untuk memperuncing perselisihan ulang kedua ormas keagamaan terbesar negeri ini melalui kasus perebutan masjid disejumlah wilayah, mengorek ulang terjadinya perbedaan fiqh keduanya (Muhammadiyah dan NU) lalu memunculkan isyu Islam Nusantara kini ada skenario besar lain untuk membenturkan kelompok salafiyah yang sering disebut sebagai wahabi dengan kelompok Islam berlabelkan Ahlussunnah waljama'ah atau sering pula disebut Aswaja.
Mohon maaf dulu sebelumnya, saya pribadi tidak sepakat dengan penggunaan istilah wahabi. Sebab jika yang dimaksud adalah gerakan almarhum Muhammad bin Abdul Wahab maka mestinya ia disebut Muhammadiyah bukan Wahabi, sebab istilah Wahabi mengacu pada Abdul Wahab, ayahnya Muhammad. Padahal Abdul Wahab boleh jadi tidak ada sangkut pautnya dengan gerakan tersebut. Entah darimana terjadi konsensus penggunaan istilah wahabi itu sendiri terhadap gerakan dakwah Muhammad bin Abdul Wahab tersebut. Tetapi secara tidak langsung kita telah melimpahkan kesalahan, makian serta kebencian pada orang yang keliru. Apa salahnya Abdul Wahab dalam perselisihan gerakan Tauhid Muhammad putranya dengan kelompok yang memusuhinya? Jawabannya tidak ada. Kita saja yang sering ikutan latah berucap tapi tak paham yang diucapkan.
Okelah ya, kita gunakan saja disini istilah gerakan salafiyah. Nah, kenapa jemaah dan dakwah mereka akhir-akhir ini dimusuhi? Apa yang dianggap keliru dan menyimpang dari syari'at Islam yang telah diajarkan oleh mereka? Adakah mereka mengajarkan Allah itu satu dari tiga oknum ketuhanan? Ataukah ada ajaran mereka yang menyebutkan Rasulullah Muhammad SAW ibnu Abdullah bukan penutup para Nabi? Ataukah ada ajakan mereka yang menyerukan untuk mencaci maki sahabat serta keluarga Rasulullah? Atau mereka dimusuhi "hanya" karena sering membid'ahkan sejumlah amaliyah kaum muslimin kebanyakan karena dianggap menyelisihi sunnah Rasulullah?
Bukankah kita dinegeri ini sudah terbiasa menerima perbedaan? Bukankah ada dari kita yang bahkan berangkulan mesra dengan kaum kafir dengan cara mengunjungi rumah ibadah mereka, berceramah didalamnya, ikut prosesi keagamaannya serta mengucapkan selamat disetiap hari rayanya? Bukankah ada pula diantara kita yang dapat menerima kelompok Syi'ah sebagai bagian dari masyarakat muslim meskipun sebagian besar dari mereka dianggap sering menghujat sahabat Rasulullah dan melegalkan perkawinan mut'ah?
Bukankah ada diantara kita yang pun masih mentolerir eksistensi dakwah Ahmadiyah Qodiyan yang secara gamblang mengikrarkan kenabian Mirza Ghulam selaku nabi pelanjut Muhammad SAW? Bukankah ada diantara kita yang juga masih dapat menerima gerakan nyeleneh Kelompok Islam Liberal atau Islam kejawen yang hanya mencukupkan ibadahnya dengan eling-eling saja? Bukankah ada diantara kita yang masih dapat menerima dan mencari-cari pembenaran perilaku orang-orang yang mengaku Islam namun tetap melarungkan kepala kerbau dilautan serta kepuncak gunung sebagai sesaji yang dipersembahkan pada makhluk astral yang dianggap sebagai para penguasa ditempat itu agar diberi keselamatan?
Lalu kenapa kita tidak dapat menerima kelompok salafiyah yang dakwah-dakwahnya justru cenderung lebih lurus ketimbang kelompok-kelompok lain yang sudah disebutkan tadi?
Jika urusannya katakanlah hanya sebatas perbedaan amaliyah, maka apa perbedaannya dengan perbedaan para imam fiqh kita dimasa lalu? Bukankah --ambil contoh saja-- fiqhnya imam Syafi'i berbeda dengan fiqhnya imam Malik? Bukankah fiqhnya imam Hanafi berbeda dengan fiqhnya imam Ahmad?
Saya bukan jemaah salafi, ada sejumlah pandangan mereka terhadap penafsiran nash keagamaan yang tidak dapat saya sepakati. Contohnya terkait hukum cadar, celana cingkrang, musik, anjing, hisab, perayaan maulid dan lainnya lagi namun toh tidak harus lalu memusuhi mereka seolah-olah kelompok diluar Islam yang darahnya halal untuk ditumpahkan. Jika saya disuruh memilih antara hadir dalam prosesi keagamaan orang kafir atau hadir dipengajian salafiyah, maka mungkin saya akan lebih memilih yang terakhir. Toh, bukankah Rasulullah sendiri dinyatakan dalam al-Qur'an berperilaku lemah lembut kepada kaum seiman dan keras kepada kaum kafir?
Marilah kita bersama-sama untuk melihat hal-hal ini secara akal sehat dengan didorong oleh rasa keimanan tauhid yang obyektif. Ada pihak-pihak tertentu yang ingin kita bertikai satu sama lain. Entah itu dilatar belakangi politik, pemurtadan atau lainnya. Ayo, jika kita tidak dapat menjadi air yang memadamkan api konflik maka jangan pula menjadi minyak yang ikut menyulut kebakarannya. Sama-sama kita perbanyak istighfar dan saling membuka hati dibulan suci ini. Semoga Allah ta'ala mengembalikan esensi jiwa kita kepada fitrih.
Mohon maaf lahir dan batin.
Salam dari Palembang Darussalam. 11 Romadhon 1436H.
Armansyah, S.Kom, M.Pd
Cara berfikir yang bijaksana
ReplyDelete