Oleh : Armansyah
Suatu kekuatan yang dibiarkan menjadi dominan cenderung akan bersikap brutal dan otoriter, olehnya oposisi harus dibangkitkan sebagai penyeimbang langkahnya. Hal ini berlaku dalam semua lini kehidupan kita sebab memang hanya dengan mengkombinasikan kutub positif dan negatif maka tata kerja jagad raya berjalan secara seimbang prosesnya. Begitupula dalam hal agama. Terkadang ada orang yang menganggap alirannya sendiri mutlak benar dan tidak ada tempat bagi orang-orang diluar alirannya itu untuk mengklaim diri memiliki unsur kebenaran juga. Maka timbullah arogansi madzhab seperti yang pernah terjadi pada masa lalu.
Pengikut syafi'i cenderung menganggap merekalah yang benar dan lainnya salah. Pengikut Hanafi juga begitu, lalu pengikut Maliki dan Hanbali tak ketinggalan. Akhirnya berbuntut-buntut juga ke Indonesia.... qunut tak qunut jadi masalah, baca Bismillah jahr dan sirr dipersoalkan, niat dilafaskan atau tak dilafaskan bisa bersitegangan, sayyidina tak sayyidina saling pelototan mata, tahlilan dan tak tahlilan bisa saling tak bertegur sapa. Ini NU yang itu Muhammadiyah lalu beda masjid.
Tapi ya sebenarnya ada bagusnya juga.... pikiran lama-lama jadi terbuka. Khasanah semakin berkembang dan kedewasaan untuk saling menghargai meski tidak saling mengamini dapat terwujud. Toh bukan cuma di Islam saja.... dulu Kristen juga begitu. Antara Katolik dan Protestan pernah perang. Antara Unitarian dan penganut trinitas pernah gontok-gontokan dan seterusnya. Mudah-mudahan kita tidak cuma menjadi katak dalam tempurung atau melihat dengan kacamata kuda. Baik dalam hal politik, agama atau lainnya. Toh ayat-ayat Allah itu tersebar luas disemesta raya ini. Ada ilmu-Nya yang kita ketahui namun ada jauh lebih banyak lagi ilmu-Nya yang belum kita ketahui.
Salam dari Palembang Darussalam.
04 Desember 2014.
Armansyah.
No comments:
Post a Comment