Menjadi makmum disalah satu masjid di Palembang, ketika mulai masuk khotbah ke-2 sampai baca doa usai sholatnya, semua menggunakan bahasa Arab. Saya serasa sedang berada di timur tengah. Padahal, jemaah yang menjadi makmum terdiri dari berbagai profesi dan latar belakang pendidikan. Belum tentu semua mengerti apa yang disampaikan dan apa yang dibaca. Padahal sudah jelas kaidahnya: Khotibun naas bi lughoti qaumihim, berbicaralah kepada manusia dengan bahasa kaumnya. Tujuannya agar orang yang diajak bicara itu paham dan mengertos, bukan sekedar mengangguk-angguk seperti orang sedang mabuk atau mengucap amin tapi tak tahu apa yang ia amini.
Saya jadi ingat ketika dulu masih sering bolak-balik Palembang-Yogya, beberapa kali ikut jemaahan subuh dan jum'at disana, khotib dan ustadznya total menggunakan bahasa Jawa. Lah, saya yang sama sekali ora ngertos boso jowo ya bingung, nih khotib sedang ngomong apaan ya? Akhirnya biar saya gak terlalu kelihatan "bodohnya" sama makmum disebelah, saya cuma goyang tubuh kanan-kiri, dalam hati dzikir sendiri, lah iya wong saya tak ngerti apapun yang dibicarain, masak saya harus manggut-manggut geleng-geleng sambil sesekali senyum? Yah, ini sekedar cerita saja dari masa lalu.
Wama Arsalna min Rosulin illa bilisani qowmihi, liyubayyina lahum | Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (Surah Ibrahim ayat 4)
Friday, February 28, 2014
Khotibun naas bi lughoti qaumihim
Thursday, February 27, 2014
MUI, Tempo dan sikap kita
Saya tidak ingin berpolemik dengan pemberitaan TEMPO. Jujur saya tidak percaya sepenuhnya dengan majalah ini. Tetap jaga kehormatan para ulama kita di MUI, jangan terpancing dengan berbagai pemberitaan yang belum jelas apalagi itu menyudutkan orang-orang yang insyaAllah sholeh. Benar dan salah, mari serahkan pada proses pengadilan. Mudah-mudahan Allah membukakan semua tabir yang sekarang masih menutupi. Tidak usah ikut menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya bagi kita. | Musuh sedang mencari-cari jalan untuk merusak hubungan umat dan ulamanya. | Ingat, ini (2014) adalah tahun politik!
Jika ragu dengan kehalalan suatu makanan yang akan kita makan, cukup ikuti apa yang terdapat dalam riwayat berikut:
Sunan Abu Daud 3275: Dari Aisyah radliallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebutkan nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: BISMILLAAHI AWWALAHU WA AAKHIRAHU (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya) '."
Musnad Ahmad 1244: Dari Ibnu A'bud berkata; Ali bin Abu Thalib berkata; "Wahai Ibnu A'bud! Apakah kamu tahu hak makanan?" dia bertanya; "Apakah haknya Wahai Ibnu Abu Thalib?" dia menjawab; "Kamu membaca: BISMILLAHI ALLAHUMMA BARIK LANA FIMA RAZAQTANA (Dengan nama Allah, ya Allah berilah keberkahan pada kami, kepada apa yang telah engkau karuniakan kepada kami)." Ali Radhiallah 'anhu bertanya; "Apakah kamu tahu bagaimana cara syukur jika kamu telah selesai?" Dia berkata; "Bagaimana cara syukurnya?" Ali Radhiallah 'anhu menjawab; "Kamu membaca: ALHAMDULILLAH ALLADZI ATH'AMANA WA SAQANA (Segala puji bagi Allah, yang telah memberi makan kami dan memberi minum kami)."
Silahkan dishare, di repost jika dirasa bermanfaat. Tak perlu izin.
Patuhilah peraturan lalu lintas
Tadi pagi melihat seorang pengendara motor, ibu-ibu (dan sepertinya membawa anak kecil) ditabrak oleh mobil di persimpangan lampu merah charitas Palembang. Mudah-mudahan tidak terjadi hal yang parah pada mereka berdua. Jarak saya berseberangan dan jauh dari lokasi, tapi tadi Alhamdulillah saya lihat ada beberapa anggota polisi dan satu TNI yang membantu ibu tersebut. | Semoga kejadian ini dapat membuat kita semua selaku pengendara kendaraan, entah mobil ataukah motor, dapat lebih berhati-hati dan mematuhi peraturan lalu lintas secara benar. Semua demi keselamatan kita bersama.
Kita mengejar waktu tapi kita kadang lupa bahwa waktu itu tak sebanding dengan nyawa dibadan kita dan dibadan orang lain. Bagi yang takut terlambat kekantor, ya paling anda kena marah bos anda, ujung-ujungnya dapat SP, kalaupun anda diberhentikan kerja, ya masih ada kesempatan untuk mencari pekerjaan yang lain. Tapi jika sampai anda kecelakaan… jika anda mati, anda tak punya kesempatan untuk hidup lagi. Jika anda sampai menabrak orang lain dan ia mati, anda pasti juga rugi lebih banyak lagi, anda harus bertanggung jawab secara hukum dan moral. Penjara, boleh jadi sudah pasti menanti, itu artinya, pekerjaan tetap akan diberhentikan, malah lama mendekam dalam jeruji.
Penting lagi… dalam berlalu lintas, selalulah ingat Allah dan ingat keluarga. Ketika hendak melanggar peraturan lalu lintas, ketika hendak ngebut, coba sejenak bayangkan wajah anak-anak kita, bayangkan wajah istri kita, bayangkan wajah ibu kita. Mudah-mudahan pesan ini memberi inspirasi untuk kita semua agar lebih menjaga diri di jalan raya.
Muhasabah Kematian
Pernah melihat orang meninggal? Pernah datang kekuburan? Nah, mereka itu semua juga sama seperti kita, mereka mengira bahwa mereka akan hidup sampai esok hari. Faktanya mereka hari ini sudah dalam tanah, terkubur beserta seluruh amal baik dan amal buruknya. | Lalu kapan giliran kita?
Inspirasi untuk para kader dakwah
Terlalu ringan rasanya jika perjuangan para da’i dalam berdakwah berjalan datar-datar saja. Tidak ada halang rintang yang menentang, tak merasakan getirnya bantahan dan garangnya tentangan dari orang-orang yang didakwahi. Apalagi jika sama sekali tak pernah merasakan perihnya hati dicaci maki. Bila demikian, maka perlu dipertanyakan “misi apa yang dibawa dalam dakwahnya sang da’i?”.
Karenanya, telah menjadi keniscayaan, seorang da’i seharusnya mengemban visi mengajak umat kepada Allah. Dan setiap ajakan menuju Allah pasti ditentang dan dimusuhi. Ini sudah menjadi tradisi yang diwariskan sejak jaman Nabi dan para Wali.
Tak ada hadiah yang lebih indah dan membahagiakan bagi seorang pendakwah selain dapat menyaksikan mereka yang didakwahi menjadi golongan orang-orang yang ta’at beribadah. Karena tujuan sebenarnya dakwah bukanlah agar sang da’i mendapati banyak jema’ah. Melainkan supaya semakin banyak orang menjadi ta’at pada perintah Allah dan Rasul-Nya.
Wahai para kader dakwah. Jadilah engkau da’i yang ikhlas, yang berpegang teguh hanya pada hukum Allah dan Sunnah Rasulullah Saw. Tanpa harus tergoyah harapan akan penghormatan atau sebuah ketenaran, apalagi jika dakwah dijadikan sumber penghasilan. Da’i sejati berdakwah semata-mata hanya mengharap Ridha Illahi.
Wahai para wakil Allah. Bersabarlah atas mereka yang memusuhi, yakinilah itu semua karena ketidaktahuannya. Usah hiraukan halang rintang yang menghadang. Percayalah suatu hari Allah memberikan kemenangan. Bersabarlah, bersabarlah. Bersabarlah dan teruslah berdakwah. Jangan patah sebelum sampai di jannah.
Wahai para warisan Nabi. Jadilah engkau da’i sejati. berdakwahlah dengan hati, ajaklah mereka dengan hikmah dan cinta. Selamatkan umat dari kegelapan. Bawalah mereka berdiri tegap satu barisan dibawah kibaran bendera Rasulullah Saw.
Wahai para da’i sejati, teruslah berdakwah, teruslah berkarya. Allahu Akbar..!
Copas inspirasi dari bersamadakwah.com
Tuduhan baru: Wahabi!
Dulu ketika saya memberi apresiasi pada Iran dan Presidennya waktu itu (Ahmadinejad) saya pernah dihakimi sebagai penganut syiah dan minimal simpatisan syi’ah. Sayapun “dimusuhi”. Dulu juga, karena saya sering berdiskusi dengan mengedepankan akal terhadap nash, saya dihakimi sebagai seorang muktazilah. Sayapun “dimusuhi” dianggap tidak “nyunnah”. Hari ini, giliran saya lebih banyak menggunakan al-Qur’an dan as-Sunnah, saya divonis sebagai seorang wahabi. Entah konsep dan terminologi bagaimanapun istilah wahabi yang dimaksudkan itu. Tapi lagi-lagi saya “dimusuhi” malah ada yang meminta saya berhenti untuk berdakwah (setidaknya dakwah yang dimaksud oleh beliau adalah dalam skala kecil di media sosial).
Sebenarnya, fakta bahwa kita ini lebih banyak beragama dengan prasangka bukan dengan ilmu. Kita berprasangka lalu dengan prasangka negatif tersebut kita mengajak orang lain untuk ikut dalam lautan kebencian. Padahal al-Qur’an yang harusnya menjadi pedoman diatas pedoman, sejak dini memberi informasi:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. (Al-Hujurat ayat 12)
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (Al-Maaidah ayat 8).
Bermacam teks dan bacaan Sholawat Nabi
Oleh : Armansyah
Berikut ini adalah macam-macam bentuk dari bacaan sholawat Nabi sesuai dengan yang saya dapati pada kitab-kitab hadist muktabar yang diakui oleh ulama Islam. Semua saya tampilkan lengkap dengan narasi Arab serta rantai perawinya.
Silahkan untuk diamalkan dan disebarkan jika memang diperlukan untuk itu, semoga menjadi amal jariyah dan investasi akhirat bersama.
Sunan Ibnu Majah 896: Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Bayan berkata, telah menceritakan kepada kami Ziyad bin Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Al Mas’udi dari Aun bin Abdullah dari Abu Fakhitah dari Al Aswad bin Yazid dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata; “Jika kalian membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka baguskanlah, sebab kalian tidak tahu, bisa jadi shalawat itu dihadirkan di hadapannya (Rasulullah). ” Al Aswad berkata; “Orang-orang pun berkata Abdullah bin Mas’ud, “Ajarkanlah kepada kami, ” Abdullah bin Mas’ud berkata;
“Bacalah; ALLAHUMMA IJ’AL SHALAATAKA WA RAHMATAKA WA BARAKA’ATIKA ‘ALA SAYYIDIL MURSALIIN WA IMAAMIL MUTTAQIIN WA KHAATAMIN NABIYYIN MUHAMMADIN ‘ABDIKA WA RASUULIKA IMAAMIL KHAIRI WA QAA`IDIL KHAIRI WA RASUULIR RAHMAH. ALLAHUMMAB’ATSHU MAQAAMAN MAHMUUDAN YAGHBITHUHU BIHIL AWWALIIN WAL AKHIRIIN. ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMADIN WA ‘ALA ALI MUHAMMADIN KAMAA SHALLAITA ‘ALA IBRAHIM WA ‘ALA ALI IBRAHIM INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN. ALLAHUMMA BAARIK ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI MUHAMMADIN KAMAA BAARAKTA ‘ALA IBRAHIM WA ‘ALA ALI IBRAHIM INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN
(Ya Allah, jadikanlah shalawat, rahmat dan berkah-Mu kepada pemimpin para Nabi yang diutus, imam orang-orang yang bertakwa dan penutup para Nabi, Muhammad, hamba dan rasul-Mu. Seorang imam dan pemimpin kebaikan, serta rasul pembawa rahmat. Ya Allah, bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji, kedudukan yang menjadikan iri orang-orang terdahulu dan yang akan datang. Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. “
Teks Arabnya :
سنن ابن ماجه ٨٩٦: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ بَيَانٍ حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ عَنْ عَوْنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي فَاخِتَةَ عَنْ الْأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلَاةَ عَلَيْهِ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ قَالَ فَقَالُوا لَهُ فَعَلِّمْنَا قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَاتَكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا يَغْبِطُهُ بِهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Sunan Ibnu Majah 894: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki’ berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdi dan Muhammad bin Ja’far keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Hakam ia berkata; aku mendengar Ibnu Abu Laila berkata; Ka’ab bin Ujrah menemuiku dan berkata; “Maukah kamu aku beri suatu hadiah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami, lalu kami bertanya, “Kami telah mengetahui bagaimana salam kepadamu, lalu bagaimana cara shalawat kepadamu?”
beliau menjawab: “Ucapkanlah; ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMADIN WA ‘ALA ALI MUHAMMADIN KAMAA SHLLAITA ‘ALA IBRAHIM INNAKA HAMIDUN MAJIIDUN. ALLAHUMMA BAARIK ‘ALA MUHAMMADIN WA ‘ALA ALI MUHAMMADIN KAMAA BAARAKTA ‘ALA IBRAHIM INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN (Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung). “
Teks Arabnya:
سنن ابن ماجه ٨٩٤: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ وَمُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ
لَقِيَنِي كَعْبُ بْنُ عُجْرَةَ فَقَالَ أَلَا أُهْدِي لَكَ هَدِيَّةً خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا قَدْ عَرَفْنَا السَّلَامَ عَلَيْكَ فَكَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Tuesday, February 25, 2014
Fa’tabiru ya ulil abshor
Selalulah belajar untuk menjadi penyala cahaya dalam kegelapan. Jadikan diri kita orang yang dapat memberi solusi, mengayomi dan menenangkan saat badai kegalauan datang. Kita memang tak mungkin dapat mengontrol apa yang terjadi diluar sana tapi kita selalu dapat mengontrol apa yang akan masuk kedalam pikiran kita, dar’ul mafasid wa jalbul masholih. Cegah kerusakan dan tariklah kemaslahatan (kebaikan).
Fa’tabiru ya ulil abshor, fa’tabiru ya ulil albab. Ambillah pelajaran wahay orang yang berakal, ambillah pelajaran wahay orang yang memiliki pengetahuan.
Inilah salah satunya yang membuat saya begitu cinta pada Islam. Kita tidak didoktrin buta tanpa di perbolehkan untuk berpikir, mengkritisi serta berkontemplasi. Afala tatafakkarun? Afala tatadabbarun? Wayaj’alul-rij’sa ‘ala alladzina-laa ya’qiluun.
Fas-aluu ahladzzikri in kuntum laa ta’lamun, tanyalah pada orang yang memiliki ilmu jika kamu tidak tahu.
TL FB, 25/02/2014.
Koleksi foto-foto ke-Islaman di Pinterest
Bagi anda yang menyukai foto, silahkan berkunjung ke koleksi photo ke-Islaman yang sudah saya kumpulkan di
http://www.pinterest.com/mgsarmansyah/islam/
Saya sudah mengarsipkan mulai dari foto-foto Mekkah-Madinah pada masa lalu hingga makam-makam para Nabi dan sahabat termasuk mushaf al-Qur'an yang dibaca terakhir oleh Khalifah Usman saat beliau syahid terpenggal serta lain sebagainya.
Semoga bermanfaat.,
Monday, February 24, 2014
One Day One Juz : Bid'ah?
Oleh : Armansyah
Jujur sebenarnya saya enggan untuk menulis artikel ini karena buat saya pribadi rasanya agak berlebihan bila hal seperti ini saja menjadi sesuatu yang kontroversi. Tapi karena kemudian banyak juga pertanyaan yang masuk kepada saya berkaitan hukum mengikuti aktivitas “One Day One Juz” atau yang biasa disingkat ODOJ akibat adanya pandangan miring serta cap bid’ah oleh sejumlah kelompok yang ekstrim dalam agama ini, akhirnya dengan mengucap Bismillah, saya tulis juga dengan harapan semoga bermanfaat untuk semua.
Ikhwan wa Ukhtifillah rahmatullah ‘alaikum….
Istilah ibadah yang sering kita sebut dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Arab, عُبُودَة، عُبُودِيَّة، عَبْدِيَّة (‘Abdiyah, ‘Ubudiyah, ‘Ubudah) yang memiliki arti kepatuhan atau ketundukan. Istilah ini juga memiliki pengertian yang sama dalam bahasa Ibrani “Abodah” yang artinya mengabdi.
Tunduk ya artinya merendahkan diri serta mengikuti kehendak sesuatu atau seseorang yang kedudukannya ada diatasnya. Dalam terminologi syara’ atau fiqh, maka yang disebut sebagai ibadah mencakup aktivitas lisan, hati dan perbuatan fisik anggota tubuh yang dilakukan dalam rangka mencari ridho Allah yang didalamnya terdapat rasa khouf (takut), roja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan) dan roghbah (senang). Intinya, semua dilakukan sebagai bentuk abdi atau penghambaan makhluk kepada Allah selaku al-Kholiq.
Inilah memang yang menjadi hakekat dasar penciptaan manusia.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Istilah ibadah menjadi istilah yang sangat umum sifatnya, sehingga kemudian para ulama membagi aktivitas ibadah menjadi dua kategori, yaitu ibadah mahdhoh dan ada pula ibadah ghoiru mahdhoh.
Maksud dari ibadah mahdhoh adalah aktivitas ibadah yang cara pelaksanaannya maupun waktu-waktunya secara khusus telah ditentukan atau diatur oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya. Misalnya Sholat, Puasa, Haji, Dzakat, Berwudhu dan seterusnya.
Sedangkan ibadah ghoiru mahdhoh adalah aktivitas ibadah yang cara dan waktu pelaksanaannya tidak baku, saklek atau pasti. , namun tetap ada syari’at yang menjadi landasan perbuatannya. Hal ini bisa dicontohkan seperti melakukan sedekah secara umum diluar dzakat, silaturahim, berdzikir, berdakwah, mengajar, gotong-royong dan ibadah mu’amalah lain yang inti tujuannya tetap untuk ber-taqorrub ilallah dan mencariridhotillah.
Kesalahan yang sering terjadi adalah kita acapkali merancukan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh sehingga penjatuhan hukumnyapun menjadi keliru. Sebagai konsekwensi kekeliruan pemberian hukum ini muncullah kontroversi dan kekacauan ditengah umat, khususnya kalangan akar rumput yang masih belajar.
Timbullah fatwa-fatwa yang tidak populer dengan menyebutkan aktivitas tertentu sebagai perbuatan bid’ah. Sedikit-sedikit bid’ah dan ujung-ujungnya di cap sebagai kafir sebab dimunculkan anggapan pelakunya melakukan kekufuran atas syariat.
Alastu Birobbikum (Perjanjian Nafs)
Tulisan ini sebenarnya adalah salah satu tulisan lawas saya sewaktu di Swaramuslim sekitar tahun 2006 lalu. Tapi karena situs Swaramuslim saat ini sudah tidak ada lagi (down), maka saya tulis ulang disini.
Benarkah Nafs kita pernah berjanji dihadapan Allah ?
Oleh : Armansyah
Dan saat Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang-tulang belakang mereka, dan Dia jadikan mereka saksi atas Nafs (anfus) mereka : ‘Bukankah Aku Tuhan kamu ?’ ; Mereka berkata : ‘Betul ! kami menyaksikan.’ ; Hal ini agar kamu tidak dapat berkata dihari kiamat : ‘Sungguh kami lalai dari perjanjian ini’. – Qs. 7 al-A’raf : 172
Secara kontekstual ayat ini memang mengesankan adanya dialog dua arah antara Allah dengan Nafs (atau dalam ayat ini disebut juga dengan istilah anfus) yang baru akan memasuki kehidupan duniawinya dirahim seorang ibu. Jika benar bahwa memang ada perjanjian dialam bawah sadar nun jauh diawal keberadaan kita dahulu kala, maka apakah perjanjian ini benar berupa dialog antara dua individu yang berbeda ataukah ayat ini hanya metafora yang dimaksudkan memberi penegasan terhadap hakekat kebenaran ilahiah ?
Kepastian akan hal ini memang menjadi teka-teki bagi kita karena bagaimanapun kerasnya upaya kita mengingat kemasa itu sangatlah mustahil, bahkan kita tidak pernah ingat bagaimana pengalaman kita saat didalam rahim ibu kita selama kurang lebih tujuh bulan pasca ditiupkan-Nya roh kedalam jasad kita yang masih berupa janin ?
Namun terlepas dari kemisteriusan itu, menarik bila kita juga mengkaji sebuah ayat yang lain yang menceritakan dialog yang terjadi antara Tuhan dengan langit saat pertama dibentuk.
Lalu Dia menuju langit yang masih berupa asap, dan Dia bertanya kepada langit dan bumi : ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan rela atau terpaksa ? ; Keduanya menjawab : ‘Kami datang dengan rela !’ – Qs. 41 Fushilat : 11
Ayat ini memiliki persamaan konteks dengan ayat penciptaan manusia yang sudah kita bahas sebelumnya. Diayat ini kita bisa melihat juga gambaran dialog dua arah bagaikan individu satu dengan individu lainnya antara Allah dengan langit maupun bumi yang jelas-jelas disebut masih berupa asap. Mungkinkah asap dapat berbicara ?
Kita kesampingkan dulu semua kemaha kuasaan Tuhan disini, kita coba untuk tidak mengkambinghitamkan kebesaran Allah yang bisa menjadikan semuanya dalam kejapan mata berlabel Kun Fayakun. Alam semesta dijadikan melalui tahapan-tahapan yang panjang, keberadaan manusia dibumi ini pun melalui suatu rentang sejarah jutaan tahun dan itupun bukan dengan satu paksaan melainkan proses yang terjadi secara alamiah dimana Adam melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah atas pengaruh setan.
Secara akal sehat asap tidak dapat berbicara, pun kalau asap bisa berbicara, bagaimana mungkin Allah memberi ultimatum layaknya seorang tukang todong yang bermaksud memeras harta korbannya melalui jalan damai tanpa kekerasan sampai pada penganiayaan jika sikorban menolak menyerahkannya suka rela ?
Begitupula manusia, tidak adil untuk manusia jika ia diajak berbicara bahkan bersumpah saat kesadaran lahiriahnya belum lagi timbul. Tidakkah bila kita mengajak anak yang masih berusia dibawah satu tahun berjanji tentang sesuatu yang dia tidak akan ingat manakala sudah dewasa adalah suatu perbuatan yang sia-sia ?
Memang kita tidak bisa menyamakan perbuatan Allah dengan perbuatan manusia, akan tetapi tidak bolehkah kita berpikir logis sesuai fitrah yang diberikan-Nya sendiri ? Menurut saya, ayat-ayat semacam ini tergolong kedalam ayat mutasyabihat yang perlu pendalaman dan pengkajian secara mendalam. Beberapa ayat al-Qur’an lainnya memberikan padanan yang serupa dengan dua ayat tersebut.
Kemudian setelah itu hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang terpancar daripadanya beberapa aliran air dan sebagiannya lagi ada yang terbelah dan keluar air dari dalamnya. Ada pula diantara bebatuan ini yang runtuh jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lalali dari apa yang kamu kerjakan. – Qs. 2 al-Baqarah : 74
Tidakkah engkau tahu bahwa Allah, kepada-Nya beribadah seluruh apa yang ada dilangit dan dibumi termasuk burung yang mengembangkan sayapnya ? masing-masing mengetahui cara sholat dan memujinya, dan Allah sangat mengetahui apa yang mereka lakukan. – Qs. 24 an-Nur : 41
Dan tidakkah mereka lihat sesuatu yang dijadikan Allah yang bayangannya bergerak kekanan dan kekiri karena sujud kepada Allah sedangkan mereka itu berserah diri ?. – Qs. 16 an-Nahl : 48
Dan kepada Allah sajalah bersujud apa yang ada dilangit dan dibumi, dengan rela ataupun dengan terpaksa, termasuk bayangan mereka diwaktu pagi dan petang. – Qs. 13 ar-Ra’d : 15
Dengan kata lain, dialog yang terjadi antara Allah dan langit serta bumi, dialog yang terjadi antara Allah dengan Nafs manusia, sampai pada ibadahnya para burung, batu dan bayangan kepada Allah bisa kita lihat sebagai pernyataan Allah mengenai ketertundukan seluruh ciptaan-Nya, mulai dari benda mati sampai benda hidup kepada semua ketentuan hukum dan keesaan diri-Nya yang asasi, baik secara sadar maupun tidak disadarinya.
Terjadinya perputaran bumi pada porosnya, pergerakan awan, lempeng bumi dan pegunungan sampai pada proses pembuahan ovum oleh sperma adalah contoh dari ketertundukan terhadap hukum-hukum kausalita yang sudah ditetapkan Allah. Tidak akan ada lagi alasan bagi kita untuk mengingkari karya besar Tuhan dialam semesta termasuk didiri kita sendiri, karenanya bagaimana manusia sampai bisa berpaling dan menjadikan berhala dalam berbagai modelnya selaku Tuhan tandingan ?
Wassalam,
Armansyah
Malaikat
Arsip tulisan lawas saya di Swaramuslim pada 2006 lalu…
Malaikat, apa dan bagaimana ?
Oleh: Armansyah
Istilah Malaikat telah dikenal oleh hampir semua umat beragama didunia ini, istilah tersebut bisa dijumpai didalam banyak ayat pada Kitab-kitab suci yang ada. Katakanlah misalnya seperti Kitab suci agama Budha Kuan Shi Yin Tsing, kitab Perjanjian Lama, kitab Perjanjian Baru maupun kitab suci al-Qur’an.
Paul Claudel [1], seorang sastrawan katolik Perancis menulis : “Menyangkal adanya para malaikat berarti mencabut setiap dua halaman dari alkitab dan juga berarti memusnahkan segala buku doa !” pernyataan ini tidak lain disebabkan lebih dari 700 kali kata Malaikat disebut-sebut dalam al-Kitab. Bahkan adanya malaikat itu telah ditentukan sebagai dogma (ajaran yang harus diimani) oleh Konsili Lateran IV (1215) dan Konsili Vatikanum I (1889-1890) serta Konsili Nicea (787) dan Konsili Trente (1545-1563).
Dalam bahasa Ibrani [2], kata Mal’Akh mengandung arti pesuruh yang menunjukkan status ataupun fungsi dari makhluk tersebut . Selain itu, didalam ajaran al-Kitab atau The Bible tidak semua malaikat bersifat suci, ada diantara mereka yang justru jatuh dan terjebak dalam dosa serta bisa dihakimi oleh manusia.
Bahkan hamba-hamba Allah di surga, tak dapat dipercayai oleh-Nya. Bahkan pada malaikat-malaikat-Nya didapati-Nya kesalahan dan cela – Perjanjian Lama : Ayub : 4 : 18 [3]
Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka – Perjanjian Baru : II Petrus : 2
Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar – Perjanjian Baru: Yudas 1: 6
Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat ? Jadi apalagi perkara-perkara biasa dalam hidup kita sehari-hari – Perjanjian Baru: I Korintus 6 : 3
Tentang tugas, jumlah maupun nama-nama dari malaikat, al-Kitab tidak bercerita apapun kepada kita kecuali Mikail yang dinyatakan selaku penghulu semua malaikat (Lihat Perjanjian Baru : Yudas 1 : 9) dan kelak akan bertempur melawan Iblis (Lihat Perjanjian Baru : Wahyu 12 : 7), malaikat Jibril atau Gabriel sebagai penyampai wahyu (Lihat Perjanjian Baru : Injil Lukas 1 : 19) dan Abadon yang bertugas mencabut nyawa (Lihat Perjanjian Baru : Wahyu 9 : 11).
Ajaran Kristen juga mengenal keberadaan malaikat pelindung (Guardian Angel) yang diberikan Tuhan kepada tiap-tiap orang dan yang secara istimewa berfungsi melindungi jiwa dan badan manusia selama hidup maupun mati . Bahkan Paus Pius XI dan Paus Yohanes XXIII menekankan agar setiapkali manusia menghadapi kesulitan meminta bantuan kepada sang malaikat pelindung .
Pengertian Malaikat sendiri menurut kamus Islam [4] adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, sesuai dengan hadis yang berasal dari Nabi Muhammad yang disampaikan oleh ‘Aisyah, istri beliau.
Malaikat diciptakan dari cahaya, Jin diciptakan dari api dan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan-Nya kepada kalian – Hadis Riwayat Muslim
Mungkin karena adanya kesamaan unsur malaikat dengan unsur Tuhan inilah maka seluruh sifat yang ada pada malaikat menurut ajaran Islam adalah cermin dari sifat-sifat Allah sang Pencipta.
Allah itu cahaya bagi langit dan bumi …
Cahaya diatas cahaya, Allah memimpin kepada cahaya-Nya
Siapa yang Dia inginkan – Qs. 24 an-nur : 35
Aku bertanya kepada Rasulullah Saw : “Adakah engkau melihat Tuhan?” Beliau menjawab : “Cahaya ! Bagaimana aku bisa melihat-Nya ?” – Hadis Riwayat Muslim dari Abu Zar
Berbeda dengan ajaran al-Kitab tentang malaikat, maka Islam menjelaskan bahwa para malaikat itu senantiasa tunduk dan patuh kepada perintah Allah dan tidak pernah melanggar larangan-Nya.
Sesungguhnya mereka (yaitu para malaikat) yang ada di sisi Tuhanmu tidak ingkar beribadah kepada-Nya dan mereka selalu bertakbir untuk-Nya serta hanya kepada-Nya saja mereka bersujud
- Qs. 7 al-a’raf : 206
Malaikat berbakti dengan memuji Tuhan mereka Dan memintakan ampunan bagi orang-orang yang ada dibumi
- Qs. 42 asy-Syura : 5
Para Malaikat yang di sisi-Nya, mereka tidak punya rasa angkuh untuk mengabdi kepada-Nya dan tidak merasa letih,
mereka selalu bertakbir malam dan siang tiada henti-hentinya.
- Qs. 21 al-anbiyaa : 19 – 20
Ditengah umat Islam beredar sejumlah nama-nama malaikat berikut tugas dan kedudukan mereka. Dja’far Amir [5] misalnya, menyebutkan 9 nama dari malaikat yaitu: Jibril bertugas membawa wahyu kepada para Nabi dan Rasul, Izrail bertugas sebagai pencabut nyawa, Mungkar dan Nakir selaku dua malaikat yang melakukan interogasi terhadap mayat didalam kubur, Israfil berfungsi sebagai peniup sangkakala pada hari kiamat, Mikail bertugas memberikan hujan dan pengatur rezeki, Raqib dan ‘Atid selaku dua malaikat pencatat amal manusia, Ridwan sebagai penjaga syurga, Malik sebagai penjaga neraka dan Hamalatul ‘Arsy sebagai malaikat yang membawa ‘Arsy Tuhan dihari kiamat (Lihat Qs. 69 Al-Haqqah : 17).
Al-Qur’an sendiri pada dasarnya tidak pernah menjelaskan nama-nama dari para malaikat sebagaimana tersebut diatas termasuk jumlah total dari mereka secara keseluruhan, berhubungan tentang malaikat, Al-Qur’an hanya mengenalkan nama Jibril yang disifatkan sebagai malaikat dengan akal cerdas (Lihat Qs. 53 an-Najm : 6) dan digelari juga sebagai Ruh Suci (Lihat Qs. 16 an-Nahl : 102) lalu Malik yang di-indikasikan sebagai nama malaikat penjaga neraka (Lihat Qs. 43 az-Zukhruf : 77) serta Mikail (Lihat Qs. 2 al-Baqarah : 98) dan Zabaniah (Lihat Qs. 96 al-Alaq : 18) yang tidak dijelaskan apa tugas dan fungsinya.
Sunday, February 23, 2014
Tauhid membebaskan dari penghambaan makhluk
Islam mengajarkan arti keberserahan diri secara total pada Allah. Kalimat Laa ilaaha illallah adalah penafian bentuk ilahisme, meninggalkan sesuatu yang bisa digambarkan oleh pikiran atau sesuatu yang bisa dijangkau oleh indrawi insaniah. Hal-hal yang bisa memperhambakan makhluk terhadap makhluk lain dibuang karena makhluk hanya boleh menghamba pada al-Kholiq. Oleh sebab itu, melalui kalimah suci laailaha illallah juga tidak ada obyek yang boleh disifatkan, ditamsilkan dan diserupakan pada Allah. DIA lam yalid wa-lam yuulad, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Walam yakun-lahu kufuwan Ahad, tidak ada yang setara dengan-Nya.
Sholatnya santri dan kyai sama, sholatnya petani dan raja sama, sholatnya orang kaya dengan orang miskin ya sama. Sholatnya orang Batak dan orang Jawa juga sama. Tidak ada beda masjid atau beda bacaan hingga beda gerakan. Kita tidak membayangkan wajah siapapun dalam ibadah kita, tidak wajah guru, wajah kyai, wajah murobbi atau berhala lain berupa patung dan gambar tertentu. Inni wajjahtu wajhiya lilladzi fathorossamawati wal ardh.
Tauhid memerdekakan makhluk dari perantara untuk sampai kepada Allah. Tauhid menafikan mediator birokrasi yang menjembatani komunikasi seorang hamba dan Tuhannya. Derajat taqwa mutlak urusan Allah, semua insan sama. Inilah inti Laailaha illallah.
Pisau untuk diriku!
Aku menulis status di media sosial, menulis di blog atau juga menerbitkan buku yang isinya seakan aku menasehati kalian, seakan aku sedang menggurui kalian dan boleh jadi berkesan aku menghakimi kalian. Padahal sebenarnya aku justru sedang menasehati diriku sendiri, sedang mengajari diriku sendiri dan sedang menghakimi diriku sendiri. Aku sedang mempersiapkan tamparan untuk mukaku melalui tulisanku jika aku suatu hari bersikap tak konsisten dengan ilmu dan imanku.
Palembang, Minggu 23 Pebruari 2014
Mgs Armansyah Sutan Sampono Azmatkhan
Di posting juga di TL FB pada tanggal yang sama (klik saja disini)
Mengapa saya bertalfiq
Oleh : Armansyah
Istilah talfiq (التَّلْفِيقُ) dalam bahasa Arab berasal dari kata (لَفَّقَ – يُلَفِّقُ – تَلْفِيقاً) yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Dalam kaitannya bermadzhab maka talfiq madzhab atau at-talfiq baina al-mazahib bisa diartikan mengambil (menggabungkan) dua pendapat atau lebih dalam satu masalah yang pernah di kemukakan oleh para imam Madzhab fiqh, yang memiliki rukun-rukun dan cabang-cabang, sehingga memunculkan suatu perkara gabungan (rakitan).
Konsep talfiq merupakan lawan dari konsep taqlid. Dimana istilah yang terakhir ini yatu taqlid (ﺗﻗﻟﻴﺪ ) berasal dari fi’il madhi (kata dasar) ﺗﻗﻟﺪ dan ﻗﻟﺪ yang secara lughawi berarti “mengalungkan” atau “menjadikan kalung”. Kata taqlid mempunyai hubungan rapat dengan kata qaladah ( ﻗﻼﺪﺓ ), sedangkan qaladah itu sendiri berarti kalung. Ringkasnya bertaqlid adalah orang yang seolah-olah menggantungkan hukum yang diikutinya dari seorang mujtahid (dalam hal ini boleh jadi mujtahid itu seorang imam madzhab tertentu, boleh jadi seorang guru atau ulama dan lain sebagainya).
Orang yang mengambil jalan taqlid artinya ia mengikut tanpa alasan, meniru dan menurut orang yang ia ikuti meskipun tanpa dalil sedikitpun yang ia pahami. Ia disini maksudnya si muqallid alias pengikut, bukan si mujtahid.
Sejumlah ulama menentang keras sikap talfiq karena ia dianggap "tatabu’ ar-rukhash" atau mencari keringanan bentuk hukum berdasarkan nafsunya. Seseorang itu masih dalam pandangan sebagian ulama, harusnya bersikap konsisten dalam madzhab. Ia harus taqlid pada satu madzhab tertentu dan tidak boleh mencampur adukkan madzhab A dengan madzhab B dengan madzhab C dan seterusnya.
Pada hakikatnya orang yang melakukan talfiq adalah ia pun sedang melakukan taqlid. Namun bedanya kalau biasanya seseorang bertaqlid kepada satu mazhab saja, dalam hal ini orang yang melakukan talfiq sesungguhnya ia sedang bertaqlid kepada dua atau lebih dari mazhab fiqih. Talfiq itu boleh dikatakan suatu perbuatan mencampur, mengaduk dan mengoplos beberapa pendapat fiqih dari beberapa mazhab guna mencari keringanan dalam suatu pelaksanaan hukum agama.
Mereka yang tidak setuju dengan talfiq boleh jadi menyebut sikap ini sebagai perbuatan yang tidak konsisten dan terkesan munafik. Padahal saya justru memandang kaidah talfiq justru suatu cara untuk bersikap konsisten terhadap kebenaran agama itu sendiri. Memang kita tidak konsisten pada madzhab tertentu namun kita konsisten untuk berpegang pada kaidah kebenaran agama.
Talfiq mengajarkan kita untuk bersikap lebih arif terhadap perbedaan, menuntut pelakunya berwawasan lebih luas dan terbuka serta jujur dalam berilmu yang membawa pelakunya pada sikap jiwa besar.
Orang yang bertaqlid pada suatu paham atau bahkan golongan tertentu akan cenderung menutup diri dari kebenaran yang datang dari luar golongannya itu. Apapun yang berbeda dengan pemahamannya pasti akan dianggap sebagai sesuatu yang batil dan berseberangan sehingga harus ditolak bahkan jika perlu dimusuhi.
Padahal tidak semua hal yang berseberangan dengan paham serta pikiran kita adalah pasti salah, pasti batil dan pasti sesat. Siapa tahu justru untuk beberapa hal tertentu, kitalah yang salah, kitalah yang batil dan kitalah yang sesat. Kita hanya pandai menunjuk kesalahan orang dibanding menyadari kesalahan pada diri kita sendiri.
Kita selalu menganggap diri kitalah yang paling benar, hal ini tidak aneh, sebab nafsu kita selalu membisikkan untuk selalu mencari pembenaran diri dan kita boleh jadi pula sering terdoktrin dan terparadigmakan untuk selalu membela diri saat ada orang lain yang tak sejalan.
Dulu, saat saya baru belajar Islam. Ketika menjumpai beberapa permasalahan yang berkaitan dengan doktrin tertentu dan saya secara akal tak dapat menerima doktrin tersebut sementara saya tidak punya pilihan lain kecuali mengikutinya karena khasanah ilmu dan literatur yang masih terbatas. Jika saya menolak doktrin itu, saya akan mendapatkan hujatan dan ancaman penyesatan bahkan pengkafiran. Ya Allah ya Robbi.
Konsekwensinya, akhirnya saya merasa seakan sedang dalam paksaan dan tekanan. Padahal akal sehat saya sebagai manusia mengatakan bila agama yang benar tentunya ia tidak akan menyelisihi fitrah manusia. Agama yang benar tidak akan membebani akal manusia dengan doktrin-doktrin dan syariat yang manusia tak mungkin kuasa memikirkan dan mengamalkannya.
Setelah kemudian seiring dengan berjalannya waktu, saya banyak belajar dan membaca serta berdiskusi dengan orang-orang yang memang memiliki pemahaman berbeda dengan saya. Awalnya saya sendiri bersikap bertahan, ego saya keluar dan menganggap orang-orang ini batil. Saya berkeras bahwa sayaselalu ada pada sisi yang benar. Saya nafikan semua argumen yang disodorkan pada saya.
Lama kelamaan, akhirnya dengan memohon perlindungan Allah, sayapun mencoba membuka diri dan mulai melihat out of the box. Menyelami argumen dan logika berpikir orang-orang yang berbeda dengan saya. The more I learn, the more I realize, the less I know. Itulah kira-kira selanjutnya tahap perkembangan kedewasaan iman dan ilmu saya.
Ternyata dunia tidak sempit. Ternyata bersikap kontra terhadap pandangan seorang ulama, seorang syaikh, seorang guru besar bukanlah sesuatu yang negatif dan bernilai dosa. Bahkan sikap dan keputusan seorang Rasul seperti Nabi Muhammad sendiri boleh disanggah dan didebat, sebagaimana ini sering dilakukan oleh sahabat beliau yang bernama Umar ibn Khattab. Dan Nabi tidak pernah mengkafirkan Umar karena hal tersebut. Nabi juga tidak pernah mengucilkan apalagi sampai memutuskan silaturahimnya pada ayah dari Abdullah tersebut. Bahkan Nabi pernah membatalkan keputusan beliau setelah adanya kontra argumen dari salah satu sahabatnya yang bernama Salman al-Farisi dalam strategi perang Khandaq.
Jalan Dakwah
Dijalan dakwah ini, harta, tenaga, waktu, harga diri dan bahkan juga jiwa menjadi taruhan. Dijalan ini dulu Nuh pernah dicaci maki, dijalan ini pula Musa harus berhadapan dengan gerombolan tukang sihir, dijalan ini Isa difitnah dan dipaksa mengembara kesana kemari, dijalan inipun Yunus pernah mengalami frustasi hingga muncul kembali ketaqwaan diri, dijalan ini Yusuf harus mendekam dibalik jeruji,dijalan ini Yahya dan sejumlah Nabi lainnya mengalami syahid. Puncaknya dijalan dakwah ini pula seorang Muhammad harus terhina, terusir, tersakiti hingga terkhianati.
Jalan dakwah tak pernah mulus, tapi inilah jalannya para syuhada, jalan para siddiqin, jalan para khulafaur rasyidin. Inilah jalan menuju jannatun na'im.
Setiap muslim adalah da'i, setiap muslim adalah muballigh karena menurut Nabi setiap muslim adalah imam, sekalipun bagi dirinya sendiri. Semestinya, tidak ada istilah muslim awam atau semacamnya, karena sekali menjadi muslim, setiap insannya harus melakukan Iqro.... yah, Iqro' Bismirobbikalladzi kholaq.
Palembang, 23 Peb 2014
Mgs. Armansyah Sutan Sampono Azmatkhan.
http://armansyah.net/
Perempuan di Monas, Ratu Kidul dan Kecerdasan Syahadat
Beberapa hari ini, sejumlah media memunculkan kehebohan baru terkait terindikasinya keberadaan patung perempuan bermahkota yang sedang duduk diantara kobaran api monas. Bermacam spekulasi lalu ditebarkan mulai dari praduga sederhana hingga dikaitkan dengan hal-hal mistik seperti perwujudan sosok ratu kidul yang dianggap berdiam di pantai selatan Jawa.
Saya jadi ingat tulisan pertama saya di media internet pada tahun 1995 lalu melalui jaringan Islamic Network justru berkaitan dengan eksistensi Jin perempuan satu ini dan sikap pemberhalaan masyarakat selama ini terhadapnya. Sayangnya saya tak sempat mengarsipkan tulisan hasil pemikiran perdana saya tersebut ditahun itu.
Tahun 1994, 1996, 1997 dan 1999 saya membuktikan sendiri dengan melanggar berbagai pantangan berkaitan dengannya, termasuk juga "kemistikan budaya" di makam imogiri. Alhamdulillah, sejauh ini saya masih dalam perlindungan Allah. Pengalaman ini pernah saya tulis dalam buku ke-4 saya: Misteri Kecerdasan Syahadat yang terbit tahun 2009.
Semoga menginspirasi dalam memperkuat tauhid setiap diri.
Armansyah Azmatkhan.
Rahasia Dzikir
Dzikir bukan hanya mengucap lafadz-lafadz Asmaul husnah saja namun menghadirkan Allah dalam hati dan mencintai Allah lebih dari yang lain serta menafikan kekuatan atau keberadaan ilah-ilah lain selain Allah. Dzikir merupakan aktivitas aktif yang melahirkan pikir dan kecerdasan jiwa secara luas tiada batas. Itulah makna Dzikir bisa sambil berdiri, duduk, tiduran bagi orang berakal. (Lihat Ali Imron 190-191)
Gafatar adalah baju barunya al-Qiyadahnya Musaddiq?
Saya pernah menulis bantahan sekaligus bermubahalah dengan pengikut ajaran al-Qiyadah al-Islamiyah sekitar tahun 2007 lalu. Buku saya itu diterbitkan oleh Mizan dengan judul: Jejak Nabi Palsu: Dari Mirza Ghulam Ahmad, Lia Aminuddin hingga Ahmad Musaddiq.

http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/13/18653/ustadz-abu-deedat-waspada-sekte-sesat-gafatar-dompleng-kegiatan-pmi/;#sthash.Wu6egFh9.dpbs
http://alghuraba-online.blogspot.com/2012/07/gafatar-aliran-sesat-merambah-sma.html
— with Mizanmedia Utama.
TL FB saya, 22 Peb 2014
Saturday, February 22, 2014
Syaikh Abdul Qodir Jailani dan hadiah bacaan al-Qur'an
Kemarin saya mendapat pertanyaan tentang hukum membaca sholawat ataupun menghadiahkan al-fatihah pada syaikh Abdul Qadir Jailani. | Sebenarnya pertanyaan ini klasik dan jawabannya rada rawan memicu perdebatan nih. Tapi karena saya anggap berguna, saya shared secara publik saja. Adanya pihak yang pro maupun kontra, saya anggap hal yang wajar-wajar sajalah dalam hidup. Kalo semua harus pro dengan pendapat saya, nanti hidup tak lagi hidup.
Jawaban saya adalah saya pribadi tidak pernah mengamalkan sholawat atau juga menghadiahkan bacaan al-fatihah saya pada Syaikh Abdul Qodir Jailani atau juga pada siapapun diluarnya. Sholawat yang saya baca adalah bacaan yang saya temukan dalam nash-nash hadist yang bersumberkan para Rasulullah berdasarkan pada riwayat-riwayat para imam hadist yang sudah dikenal.
Saya juga sampai hari ini belum pernah bertemu riwayat shahih yang menyebutkan sunnah tentang membaca al-fatihah maupun ayat lain dari al-Qur'an dan pahalanya dihadiahkan pada sifulan atau fulanah.
Demikian.
Sapa Andrie Aan Agustian selaku penanya.
Palembang, 22 Peb 2014
Sekedar catatan tambahan :
A. Hassan dalam buku Soal Jawab Masalah Agama 3-4 (terbitan : Penerbit Persatuan Bangil) pada halaman 1152 mengatakan : Menurut pertimbangan akal, maka ganjaran ibadat itu tidak bisa sampai kepada orang lain lantaran Tuhan perintah beribadah itu agar kita terpelihara dari kejahatan dan agar kita menjadi orang yang berbakti, agar kita menjadi orang yang takut pada Allah.
Jika seandainya ibadat kita bisa dikerjakan oleh orang lain, tentu kita tidak bisa jadi orang yang dimaksudkan dalam Qur’an itu. Ibadah artinya memperhambakan diri, karenanya tidak bisa ada kalau tidak dikerjakan oleh masing-masing orang. Jika ibadat seseorang boleh dikerjakan oleh orang lain maka orang yang kaya bisa membayar manusia sekampung, bisa membayar kyai terkenal untuk mengerjakan amal ibadahnya.
Klarifikasi: Undang saya tak ada tarif!
Subhanallah, untuk kesekiannya saya ditanya tentang tarif jika diundang untuk mengisi acara tertentu.
Waduh ibu, mohon maafnya saya tidak jual ilmu agama. Saya hanya berbagi pengetahuan saja. Saya bukan ustadz besar yang sering muncul ditelevisi dan bertablig didepan ribuan jemaah. Saya hanya seorang guru biasa yang “kebetulan” saja dititipkan setetes buih dari besarnya jumlah air laut pengetahuan agama yang maha luas ini. Tak ada tarif-tarifanlah, bisa membuat orang lain tercerahkan saja saya sudah senang, biarlah jadi investasi akhirat.
Tapi tadz, ini bukan di Palembang loh… ya jika demikian, mohon bantuannya saja untuk transportasi dan akomodasi seperlunya. Kalau memang ingin memberi hadiah, ya dikirim saja tolong mobil mercynya ya ….hahaha, haduh. Macam-macam saja.
Sumber: FB, 21 Feb 2014
Hukum Gambar dan Lukisan
Ada sebuah pertanyaan yang masuk di Timeline facebook saya berkaitan dengan hukum gambar dan lukisan. Pertanyaan tersebut juga melampirkan sebuah gambar hasil screenshot dari salah satu tweet di internet sebagai berikut:

Pertanyaannya adalah :
Assalaamualaikum wr.wb.Maaf pak Arman, mohon konfirmasi n penjelasan tentang hadits yg ada di foto ini.
Terima kasih sblmnya
Jawaban saya:
Hadist tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut:
Shahih Muslim 3945: Berkata Muslim; Aku membaca Hadits Nashr bin ‘Ali Al Jahdhami dari ‘Abdul A’la bin ‘Abdul A’la; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Ishaq dari Sa’id bin Abu Al Hasan ia berkata; Ada seseorang yang datang kepada Ibnu Abbas dan berkata; ‘Hai Abdullah, saya ini adalah orang yang suka menggambar semua gambar ini. Oleh karena itu, berilah fatwa kepada saya mengenai gambar-gambar tersebut!” Ibnu Abbas berkata kepadanya; ‘Mendekatlah kepadaku! ‘ Orang itu pun lalu mendekat. Tetapi Ibnu Abbas tetap berkata; ‘Mendekatlah lagi! ‘ Lalu orang itu mendekat lagi hingga Ibnu Abbas dapat meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut. Setelah itu, Ibnu Abbas berkata; ‘Aku akan menceritakan kepadamu apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau telah bersabda: ‘Setiap orang yang suka menggambar itu akan masuk neraka. Allah akan menjadikan baginya, dengan setiap gambar yang dibuat, sosok yang akan menyiksanya di neraka Jahanam kelak.’ Ibnu Abbas berkata; ‘Jika kamu memang harus tetap melakukannya juga, maka buatlah gambar pepohonan atau benda lain yang tak bernyawa.’ Kemudian Nasr bin Ali menetapkannya.
Hadist-hadist berkaitan gambar diluar ini ada banyak sekali seperti yang jamak kita tahu (searching saja di google untuk lebih jelasnya).
Dalam hal ini, sejumlah ulama dahulu serta sekarang mengharamkan secara keras menggambar makhluk hidup, termasuk ketiga madzhab (yaitu mazhab Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Al-Syafie dan Al-Imam Ahmad ibnu Hanbal). Berbeda dari ketiganya, madzhab Maliki hanya menghukuminya makruh namun tidak berdosa bila di kerjakan selama tidak dimaksudkan untuk dijadikan sesembahan. Imam al-Ghazali juga dalam kitab Ihya Ulumiddinnya seperti halnya dengan musik, juga menghukuminya sebagai sesuatu yang tidak diharamkan.
Saya pribadi –tanpa mengurangi hormat pada mereka yang mengharamkannya– maka dalam urusan ini lebih condong pada Malikiyyah, Imam al-Ghazali dan cenderung juga sepakat dengan fatwa dari Syaikh al-Qardhawi. Harus dilihat dulu tujuan pembuatan gambar itu untuk apa? Dimana dia diletakkan? Bagaimana dia dibuat? Dan apa tujuan pelukisnya?
Sunan Abu Daud 3625: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ash Shabbah bahwa Isma’il bin Abdul Karim menceritakan kepada mereka, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibrahim -maksudnya Ibrahim bin Aqil- dari bapaknya dari Wahb bin Munabbih dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Umar Ibnul Khaththab radliallahu ‘anhu -pada waktu pembukaan (penaklukan) kota Makkah, dan ia berada di daerah Bathha- agar datang ke Ka’bah untuk menghapus semua gambar yang ada di dalamnya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan masuk ke dalam Ka’bah hingga semua gambar yang ada di dalamnya telah dihapus.”
Wallahua’lam.,
Sumber:
Timeline FB saya, 21 Februari 2014
Sebagai tambahan: Jika memang gambar makhluk bernyawa dihukum sebagai haram secara mutlak, maka kira-kira analogi konkret didalam kehidupan, kita sebaiknya tidak usah datang belajar ke sekolah formal maupun toko buku dan apalagi sampai buka-buka buku pelajaran. Hampir seluruh buku-buku yang ada pada hari ini ditoko buku maupun disekolah-sekolah, memuat gambar-gambar makhluk hidup bernyawa. Entah apakah itu manusia ataupun binatang.
Jadi ketika ada anak atau murid kita misalnya nanti bertanya : Papa, bagaimana sih rupa burung pinguin yang katanya di kutub selatan itu ? Atau wajah orang Aborigin yang item kriting itu macam apa sih ? Anda cukup menjawabnya dengan kata : Papa belum bertemu sama mereka nak, jangan buka buku atau cari di google, haram.

Pertanyaannya untuk jadi renungan sendiri masing-masing orang adalah …. apakah benar Islam sedemikian sempit dalam menyikapi sesuatu?
Qila wa Qola… mungkin banyak yang tidak tahu juga bila Rasulullah SAW sendiri justru pernah mengenakan pakaian dengan motif makhluk hidup. Hal ini menjadi jawaban untuk orang-orang yang berpaham ekstrim dan berlebihan terhadap hukum gambar.
Shahih Muslim 3881: Dan telah menceritakan kepadaku Suraij bin Yunus; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Zakaria bin Abu Zaidah dari Bapaknya; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Musa; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Zakaria; Telah mengabarkan kepadaku Bapakku dari Mush’ab bin Syaibah dari Shafiyah binti Syaibah dari ‘Aisyah ia berkata; Pada suatu pagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dengan mengenakan pakaian dari woll yang bermotifkan gambar kafilah unta dari bulu-bulu hitam.
Sholat sunnah rawatib
Ada pertanyaan yang masuk di Timeline Facebook saya berkaitan dengan Sholat Sunnah Rawatib. Pertanyaannya adalah:
Pak saya mau bertanya dong mengenai solat sunah rawatib..
Diwaktu sebelum solat dzuhur itu 2 rakaat sebelum dan sesudah (jadi 4 rakaat)
atau hanya sebelum atau sesudah saja ataukah sebelum dzuhur 4 rakaat ( 2rakaat salam ).
Mohon infonya..terimakasih
wassalamualaikum.
Jawab saya:
Wa'alaykumsalam Wr. Wb.,
Sholat Sunnah Rawatib adalah sholat sunnah yang mengiringi sholat fardhu, diantaranya mengiringi Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya.
Dasar :
Shahih Muslim 1199: Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Nu'man bin Salim dari 'Amru bin Aus dari Anbasah bin Abu Sufyan dari Ummu Habibah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, katanya; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga."
Adapun untuk jawaban pertanyaannya :
Shahih Muslim 1200: Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan 'Ubaidullah bin Said keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya yaitu Ibnu Said dari 'Ubaidullah, katanya; telah mengabarkan kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar, (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abu Usamah telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar katanya; "Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dua raka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at setelahnya, dan dua raka'at setelah maghrib dan dua raka'at setelah isya`, dan dua raka'at setelah jumat, adapun (sunnah) maghrib dan isya` dan jumat, aku shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumahnya."
Sumber: Timeline FB saya, 20 Feb 2014
Wednesday, February 19, 2014
Talfiq: saya bukan penganut salafi, syiah atau lainnya
Jika saya memilih untuk condong menggunakan metode hisab wujudul hilal itu bukan berarti saya orang dari ormas Muhammadiyah, jika saya terkadang terlihat menggunakan celana cingkrang itu bukan pula berarti saya condong pada kaum salafi, jika saya mendahulukan kecintaan pada ahli bait Rasul dari sahabat lainnya itupun bukan artinya saya penganut syi’ah. Jika saya menolak bertawassul dengan media apapun itu juga bukan berarti saya adalah wahabi. Jika saya lebih terlihat bersikap rasional ketimbang doktrinal bukan pula artinya saya dari golongan Muktazilahnya Washil bin Atho. Jika saya memiliki anjing dirumah tidak harus pula saya dinisbatkan pengikut dari madzhab Maliki. Saya ya hanya Muslim tanpa kecenderungan untuk bersifat sekterianisme ataupun bergolong-golongan.
Kalaupun ada pemahaman yang “kebetulan” sama, itu semata-mata saya menganggapnya lebih dekat pada kebenaran kaidah agama yang saya pahami. Tapi fakta bahwa pemikiran sayapun banyak berseberangan dengan penganut salafi, Muhammadiyah, Syi’ah, Wahabi, Muktazilah, penganut dari Madzhab Maliki, Syafe’i dan sebagainya. Saya menghormati paham dan pikiran yang berbeda dengan saya, sehingga saya kadang tak begitu mempermasalahkan orang yang kerjanya dzikir berjemaah, mengadakan perayaan maulid, ulang tahun yang didalamnya ada muhasabah, Yaasinan, orang yang bertawassul dan lain sebagainya. Urusan setiap orang adalah menjadi tanggung jawabnya sendiri secara pribadi. Tapi jika saya ditanya tentang sikap saya, maka banyak hal-hal itu boleh jadi saya tolak dan tidak saya lakukan serta boleh jadi pula ada hal yang dapat saya benarkan.
Saya adalah muslim. Islam itu rahmatan lil’aalamin, menyejukkan dan mendamaikan jiwa, memerdekakan pikiran, serta tidak menakutkan. Jika ada orang yang ngeri dan takut pada Islam, itu artinya ada yang salah pada kita selaku penganutnya sehingga mencitrakan Islam sebagai sesuatu yang buruk dan menyeramkan. Mari bermuhasabah diri sama-sama.
Status FB saya, 12 Pebruari 2014
Jangan mudah memberi fatwa sesat dan bid’ah pada modernitas
Dulu ledakan petir dianggap orang sebagai sebuah peristiwa sakral yang dikaitkan dengan mitos dewa-dewa. Tapi setelah Thomas Alfa Edison dapat menjelaskannya secara rasional dan diwujudkan dalam bentuk cahaya lampu yang terbuat dari bola kaca dan didalamnya terdapat serat karbon maka orang berangsur-angsur tak lagi mengaitkan petir dan hal-hal yang berhubungan dengan listrik sebagai fenomena adikodrati.
Thomas Alfa Edison tidak dianggap sebagai tukang sihir dijaman modern ini karena mampu menemukan pengetahuan tentang bola-bola kaca bersinar. Orang paham bahwa bola-bola kaca itu dihubungkan oleh kawat-kawat yang disembunyikan dan membentuk rangkaian listrik yang dihubungkan dengan satu tombol yang berfungsi sebagai media menghidupkan serta mematikannya.
Bagaimana bila misalnya kita hidup di masa lalu dan kemudian melihat sebuah robot yang digerakkan secara elektronis melalui remote control? Boleh jadi kita langsung mengaitkannya dengan hal klenik, mistis, ada campur tangan Jin dan sebagainya. Kenapa? Karena perkembangan pemikiran dimasa itu memang baru sampai disitu. Tidak mungkin kita berpikir bahwa robot itu hanya peristiwa listrik yang dipadu dengan peristiwa mekanik, digerakkan oleh motor, ditanamkan chip dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan sebagainya dan seterusnya.
Inilah sebenarnya proses tahapan perkembangan pikiran manusia. Oleh karena itu jangan mudah memberikan fatwa sesat, bid’ah ataupun haram terhadap fenomena modern yang diperoleh dari perkembangan Science and technology yang mampu menjembatani nash agama terhadap masyarakat masa kini meskipun hal itu di jaman dulu (yaitu eranya kaum salaf) tidak pernah ada ataupun ditinggalkan. Misalnya penerapan ilmu hisab modern yang difasilitasi oleh satelit, komputer canggih serta perhitungan rumit dari algoritma yang kompleks sehingga dapat menghasilkan data siklus peredaran bulan secara “lebih pasti” dibanding hisab ala klasik yang masih bercampur mitologi dan klenik.
Status FB saya, 12 Feb 2014
Tanggapan kasus ustadz Hariri
Saya dapat sejumlah sms, inbox sampai tagged dari sejumlah sahabat mengenai adanya ustadz yang berlaku kasar menginjak kepala jemaah pada satu acara tabligh tertentu. Awalnya saya pikir itu cuma hoax untuk menjatuhkan kredibelitas para ulama saja. Tapi kemudian setelah ada seorang rekan ustadz juga menghubungi langsung via telpon membahas perkara ini, akhirnya saya coba mencari tahu kebenaran peristiwa tersebut.
Intinya, semua orang tidak mungkin luput dari salah maupun khilaf. Apa yang dilakukan oleh ustadz Hariri dengan menyuruh jemaah tersebut mencium kaki dan kemudian menekan kepala orang tersebut dengan lututnya seraya memarahi secara emosional sedemikian rupa dihadapan banyak jemaah lain termasuk anak-anak, pada hakekatnya harus diakui sudah terlalu berlebihan dan tidak seharusnya terjadi. Apapun alasan yang melatarbelakanginya. Sebagai seorang ulama, seorang ustadz, seorang Asatidz atau publik figur lain, kita mestinya bisa menjadi uswatun hasanah dilapangan. Cerdas tidak hanya dalam hal intelektual atau spiritual saja, misalnya hapal ratusan ayat dan hadist, paham kaidah fiqh dan luas wawasan umum lain namun juga harus cerdas di bidang emosi (EQ).
Apa yang sudah terjadi ya sudahlah, tak bisa kita tarik mundur lagi juga khan. Ini menjadi pembelajaran untuk semua pihak kedepannya. Ada asap tentu ada api, ada semut boleh jadi karena ada gula. Seorang ustadz bukan seorang pribadi yang ma’sum dan tidak pula harus berlebihan memuja dan menghormatinya karena Rasul sendiri berulang kali mensejajarkan dirinya sama seperti umat beliau dengan mengatakan “Innama ana basyarun mislukum”. Akhirnya, sama-sama bermuhasabah diri saja. Kita tidak membenarkan perilaku yang salah namun juga tidak harus menghujat secara berlebihan, bagaimanapun boleh jadi saat kita emosi, tindakan kita mungkin lebih jahat dari beliau sementara kapasitas ilmu kitapun masih jauh dari beliau. Sekalipun mungkin kita merasa diri lebih baik, tetap jaga sikap dan hati, itulah guna saling menasehati.
Status FB, 13 Peb 2014
Tuesday, February 18, 2014
Ibadah secara terpaksa dan sukarela
Kemarin ada siswa saya yang bertanya: Pak, sesuatu yang dipaksa itu khan tidak baik pak, artinya ia tidak ikhlas melakukannya. Jadinya percuma dan sia-sia amalannya itu. Bagaimana menurut bapak jika seseorang beribadah dengan terpaksa atau dipaksa? bukankah pasti tidak diterima Allah juga amalnya itu? | Saya jawab : Melakukan suatu amalan agama secara terpaksa, adalah jauh lebih baik ketimbang tidak melakukannya sama sekali. Apakah amalan itu tidak diterima oleh Allah? Loh tahu darimana kita sesuatu amal perbuatan itu pasti diterima dan pasti ditolak oleh-Nya? Apa kita merasa lebih tahu dari Tuhan sendiri? Olehnya, just do it even itu kita melakukannya secara sukarela dengan penuh kesadaran ataupun terpaksa dan dipaksa oleh kewajiban syariat.
Terus murid saya nanya lagi... pak, bukankah Islam itu tidak membebani umatnya? bukankah tidak ada paksaan dalam beragama? | saya jawab lagi. | Yang kamu bilang itu benar adanya, Islam tidak memaksa orang dalam beragama dan Islam tidak membebani umatnya melebihi apa yang bisa ia pikul. Tapi kamu salah pasang dalil dalam kasus ini.
Laa Iqro Ha Fiddin itu berkaitan dengan hak-hak pilihan keberagamaan manusia. Bukan menjadi dalil untuk tidak melaksanakan maupun meninggalkan sebagian atau keseluruhan dari ajaran atau syariat dari Islam bagi pemeluknya. Kita tidak memaksa orang untuk menjadi muslim atau muslimah. Hak setiap orang untuk memutuskan dengan kesadaran serta akal sehatnya sendiri tentang agama mana yang akan ia imani. Islam tidak memaksa, Islam hanya memberi pengajaran dan mengingatkan saja sesuai dengan nilai-nilai kebenaran universal yang dapat dipahami oleh manusia sesuai fitrahnya. Namun jika kita sudah Islam, sudah menjadi muslim atau muslimah maka kita mau atau tidak mau harus tunduk pada setiap aturan main yang terdapat didalam Islam itu sendiri.
Misalnya menutup aurat... setiap muslim dan muslimah yang jelas-jelas sudah mengakui serta sudah merasa ridho terhadap Allah untuk menjadi Tuhannya serta ridho Muhammad sebagai Nabinya harusnya melaksanakan perintah ini tanpa execuse. Sebab jika tidak melakukannya maka artinya ia seorang pembangkang, bila sudah demikian, ia sesungguhnya belum ikhlas menjadi muslim atau muslimah. Ia tidak ikhlas dan sungguh-sungguh menjadikan Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai nabinya. Too many execuses.
Jadi pak --tanya siswa saya lagi-- sekali kita Islam, maka kita harus mengikuti semua syariat Islam? | Saya jawab : Betul. Just do anything yang sudah Allah perintahkan pada kita melalui kitab-Nya. Nah nanti dalam pelaksanaannya baru disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing diri. Misalnya nih, sholat. Ya wajib sholat bagi laki-laki dan perempuan muslim. Tapi bila sakit atau lelah, boleh dilakukan secara duduk. Jika sakitnya parah, ya lakukan seraya berbaring, kalau parah sekali ya kedipan mata saja seraya membayangkan ritualnya, jika memang tak mampu ya dalam hati. Jika masih juga tak mampu ya artinya dia sudah mati dan tinggal kita sholati saja. Selesai perkara. Khusus muslimah, jika ia sedang dapat menstruasi ya tidak wajib sholat. Ia sedang dapat cuti bulanan dari Allah, cuti itu tidak harus diganti pada hari dan bulan lainnya. Gampang khan? Disinilah letak penggunaan ayat Fattaqullaha-mas tato'tum (bertakwalah kepada Allah semampumu).
Jadi jangan salah pasang dalil, mentang-mentang ada nash tidak ada paksaan dalam beragama lalu kita suka-suka saja mengamalkan ajaran agama. Bukan itu maksud nashnya. Kita tetap lakukan apa yang diperintahkan, namun semampu yang dapat kita usahakan pelaksanaannya.
Siswa saya manggut-manggut seraya tersenyum paham. Alhamdulillah.
Status FB, 19 Peb 2014
PrayforAfrica: Antara Kristenisasi dan Islamisasi
Islamisasi Eropa, Amerika maupun juga Afrika pada dasarnya tidak dilakukan secara struktural dan masif sebagaimana misalnya kristenisasi. Fakta lebih banyak memberikan data pada kita bila sebagian besar mu'alaf, entah apakah dia berasal dari Kristen, Budha, Hindhu maupun keyakinan lainnya bukan karena adanya Islamisasi dalam pengertian ajakan, tawaran, penipuan dengan pemutar balikan ayat-ayat kitab suci apalagi dari paksaan. Para mu'alaf ini umumnya menjadi Islam karena kesadaran yang timbul dari dalam dirinya akibat proses berpikirnya sendiri, tentu saja hal ini tetap melibatkan hidayah Allah.
Islam tidak pernah memaksa siapapun untuk menjadi muslim atau muslimah, hak kebebasan beragama sangat dijamin didalam al-Qur'an. Tentunya meskipun kebebasan sangat dijamin oleh Islam, hal ini tetap tidak dimaksudkan untuk mempermainkan agama. Islam bahkan melarang umatnya untuk menghujat obyek yang dipertuhankan oleh orang lain dalam kepercayaannya. Tegas dan jelas ayatnya didalam al-Qur'an. Apalagi sampai melakukan pembunuhan dan menebar kebencian terhadap sesama umat manusia. Kita hidup berdampingan untuk saling menghormati akidah masing-masing. Tentu tetap pula kita tidak dapat mencampur adukkan antara Islam dan Kristen, Islam dan Hindhu serta sejenisnya. Satu kata, bahwa menghormati bukan berarti mengamini.
Apa yang terjadi di Bosnia tahun 1995, kemudian juga disejumlah tempat lain diseluruh dunia termasuk kasus Ambon beberapa tahun lalu dan sekarang terjadi juga di Afrika Tengah dimana umat Islam mengalami pembantaian secara masif oleh orang-orang ataupun oknum yang selalu mengagungkan dogma cinta kasih, adalah fakta bahwa manusia lebih banyak beragama secara doktrinal ketimbang paham hakekat keberagamaan dalam dirinya. Tentu kita tidak akan menghakimi sosok yesusnya yang jelas berposisi sebagai Nabi dalam kepercayaan Islam dan dikenal dengan nama Isa al-Masih. Beliau a.s. tidak pernah mengajarkan kebencian dan tidak bertanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dikalangan umatnya sepeninggal beliau wafat.
Semoga fokus perhatian umat Islam didunia tidak hanya terpaku pada kasus Suriah saja ataupun segala hal seputar ISIS yang sekarang seperti sedang gegap gempita dalam pemberitaan. Yes we do care, tapi mari kita juga perhatian dengan nasib saudara kita seiman yang ada di Afrika hari ini. Kondisi Afrika sekarang sudah berbeda dengan Afrika dijaman awal Islam turun, dimana Raja Najasyi penguasa kerajaan Abessinia di benua Afrika dengan tangan terbuka menerima hijrahnya Utsman bin Affan dan istrinya Ruqayah binti Rasulullah, Abdur Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Utsman bin Maz’un serta rombongan. Afrika hari ini adalah ladang genosida bagi kaum beriman sekaligus ladang jihad bagi orang-orang dan pemerintah Islam yang memiliki kemampuan untuk melakukan pembelaan secara fisik, militer, meja perundingan hingga pikiran.
#prayforafrica
Status FB, 18 Feb 2014
Suatu hari tulisanku akan berhenti
Suatu hari akun facebook ini akan berhenti menayangkan tulisan-tulisan saya di timeline anda. Bukan karena saya bosan atau lelah, tapi saat itu mungkin karena saya sudah tak ada. Hanya berharap bahwa posting terakhir, status teman terakhir yang saya like dan saya komentari atau page terakhir yang saya sukai adalah tulisan-tulisan yang penuh hikmah dan memberi pelajaran pada jalan Allah.
Sahabat akhwat, sudahkah anti periksa foto-foto di albummu? mungkin saja ada terlewat anti posting foto-foto yang mengumbar aurat. Sebelum ajal keburu mendekat, yuk mending di hapus sajalah. Bagaimanapun, paha dan dada yang anti umbar, suatu hari nanti di alam sana, justru menjadi hal yang akan disesali selamanya. Lagi pula sebagai perempuan, anti pasti punya harga diri dan pesona aurat yang cuma boleh di umbar dihadapan suami resmi. Yah, buat saya tak wajiblah anti pake cadar, sunnahpun tidak untuk wanita beriman, namun cukuplah berhijab dengan mengecualikan muka dan telapak tangan.
#renunganuntukdiriku
Status FB, 17/02/2014
Intansurulloha yansurkum
...Intansurulloha yansurkum, wayutsabbit aqdaamakum .. barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu, dan meneguhkan kedudukanmu. | Mari kita azamkan diri kita bahwa apapun yang kita perbuat, semua karena Allah, untuk Allah dan demi Allah. Tak ada yang lain selain Allah. | Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus.
Status FB, 16 Peb 2014.
Dokumentasi Silaturahim Akbar Odojers: Palembang Mengaji


Bersama Ketua Umum
komunitas One Day One Juz (ODOJ) Pusat
Ricky Adrinaldi
Suasana Rapat akhir jelang pelaksanaan "Palembang Mengaji"
Bersama ketua panitia pelaksana "Palembang Mengaji"
(kang Ifik)
Bersama bundanya anak-anakku :-)
Muhasabah dari Kelud
Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan. (Al-Qur'an surah al-Muzammil : 14)Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Firaun. Maka Firaun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat. Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. Langit (pun) menjadi pecah belah pada hari itu karena Allah. Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana. Sesungguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka barang siapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya. (Al-Qur'an surah al-Muzammil : 15-19)..... maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Qur'an surah al-Muzammil : 20)
Status FB, 14/02/2014
Meletusnya Gunung Kelud
Innalillahi wa inna ilayhi rooji'un. Malam ini giliran gunung kelud yang meletus. Ya Allah ya Aziz semoga ada kebaikan dibalik bencana dari sisi-Mu ini. Selamatkanlah hamba-hamba Engkau yang berada di sekitarnya. Diantara mereka ada anak-anak kecil, orang tua dan hewan-hewan yang semuanya lemah dan berharap kasih sayang-Mu ya Rohman ya Rohim ya Karim.
Status FB, 14 Feb 2014
Tuesday, February 11, 2014
Dari Ekspedisi alam ghaib sampai Dunia Lain
Saya paling suka tayangan mistis di televisi seperti Dunia Lain jamannya Harry Panca, uka-uka, siapa takut boleh ikut dan seterusnya. Tapi dari semua itu, saya melihat hanya Ekspedisi Alam Gaib versi TV7 saja (dulu) yang relatif lebih mengandung nilai edukasi. Sisanya cuma seram-seraman saja dan tidak ada unsur pendidikan apapun.
Sebagai muslim, kita harus paham, apapun wujud makhluk gaib itu dan disebut apapun namanya, sundel bolongkah, kuntilanakkah, tuyul, genderuwo, leak, pocong atau lain sebagainya yang jelas itu adalah Jin. Tidak ada orang yang sudah mati bisa kembali menjadi hantu. Tidak ada pula konsep mati penasaran didalam Islam. Orang yang sudah mati ya sudah. Dia sudah putus urusannya di dunia. Nafsnya tak bisa lagi balik kedunia. Semua penampakan yang menyerupai si mayit hanya ulah Jin.Tidak semua Jin dapat mewujud serta mengganggu manusia. Kedudukan mereka ada dibawah manusia. Jangan berserikat sama mereka dalam urusan apapun. Jangan juga takut pada sesama makhluk, takut hanya pada Allah. Makhluk tidak akan bisa mendatangkan mundharat pada kita, semua bergantung pada Allah.
Status FB, 09 Pebruari 2014.
Sikap saya terhadap tawassul
Ada yang bertanya pada saya sekaitan dengan bertawasul terhadap benda mati atau juga orang yang sudah wafat. Jawaban saya, sesungguhnya ulama sendiri terbagi atas dua pendapat, ada diantaranya yang memperbolehkan dan ada juga yang melarangnya. Saya pribadi cenderung untuk tidak melakukannya demi menjaga kemurnian Tauhid saya pada Allah. | Demikian.