Kemarin ada siswa saya yang bertanya: Pak, sesuatu yang dipaksa itu khan tidak baik pak, artinya ia tidak ikhlas melakukannya. Jadinya percuma dan sia-sia amalannya itu. Bagaimana menurut bapak jika seseorang beribadah dengan terpaksa atau dipaksa? bukankah pasti tidak diterima Allah juga amalnya itu? | Saya jawab : Melakukan suatu amalan agama secara terpaksa, adalah jauh lebih baik ketimbang tidak melakukannya sama sekali. Apakah amalan itu tidak diterima oleh Allah? Loh tahu darimana kita sesuatu amal perbuatan itu pasti diterima dan pasti ditolak oleh-Nya? Apa kita merasa lebih tahu dari Tuhan sendiri? Olehnya, just do it even itu kita melakukannya secara sukarela dengan penuh kesadaran ataupun terpaksa dan dipaksa oleh kewajiban syariat.
Terus murid saya nanya lagi... pak, bukankah Islam itu tidak membebani umatnya? bukankah tidak ada paksaan dalam beragama? | saya jawab lagi. | Yang kamu bilang itu benar adanya, Islam tidak memaksa orang dalam beragama dan Islam tidak membebani umatnya melebihi apa yang bisa ia pikul. Tapi kamu salah pasang dalil dalam kasus ini.
Laa Iqro Ha Fiddin itu berkaitan dengan hak-hak pilihan keberagamaan manusia. Bukan menjadi dalil untuk tidak melaksanakan maupun meninggalkan sebagian atau keseluruhan dari ajaran atau syariat dari Islam bagi pemeluknya. Kita tidak memaksa orang untuk menjadi muslim atau muslimah. Hak setiap orang untuk memutuskan dengan kesadaran serta akal sehatnya sendiri tentang agama mana yang akan ia imani. Islam tidak memaksa, Islam hanya memberi pengajaran dan mengingatkan saja sesuai dengan nilai-nilai kebenaran universal yang dapat dipahami oleh manusia sesuai fitrahnya. Namun jika kita sudah Islam, sudah menjadi muslim atau muslimah maka kita mau atau tidak mau harus tunduk pada setiap aturan main yang terdapat didalam Islam itu sendiri.
Misalnya menutup aurat... setiap muslim dan muslimah yang jelas-jelas sudah mengakui serta sudah merasa ridho terhadap Allah untuk menjadi Tuhannya serta ridho Muhammad sebagai Nabinya harusnya melaksanakan perintah ini tanpa execuse. Sebab jika tidak melakukannya maka artinya ia seorang pembangkang, bila sudah demikian, ia sesungguhnya belum ikhlas menjadi muslim atau muslimah. Ia tidak ikhlas dan sungguh-sungguh menjadikan Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai nabinya. Too many execuses.
Jadi pak --tanya siswa saya lagi-- sekali kita Islam, maka kita harus mengikuti semua syariat Islam? | Saya jawab : Betul. Just do anything yang sudah Allah perintahkan pada kita melalui kitab-Nya. Nah nanti dalam pelaksanaannya baru disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing diri. Misalnya nih, sholat. Ya wajib sholat bagi laki-laki dan perempuan muslim. Tapi bila sakit atau lelah, boleh dilakukan secara duduk. Jika sakitnya parah, ya lakukan seraya berbaring, kalau parah sekali ya kedipan mata saja seraya membayangkan ritualnya, jika memang tak mampu ya dalam hati. Jika masih juga tak mampu ya artinya dia sudah mati dan tinggal kita sholati saja. Selesai perkara. Khusus muslimah, jika ia sedang dapat menstruasi ya tidak wajib sholat. Ia sedang dapat cuti bulanan dari Allah, cuti itu tidak harus diganti pada hari dan bulan lainnya. Gampang khan? Disinilah letak penggunaan ayat Fattaqullaha-mas tato'tum (bertakwalah kepada Allah semampumu).
Jadi jangan salah pasang dalil, mentang-mentang ada nash tidak ada paksaan dalam beragama lalu kita suka-suka saja mengamalkan ajaran agama. Bukan itu maksud nashnya. Kita tetap lakukan apa yang diperintahkan, namun semampu yang dapat kita usahakan pelaksanaannya.
Siswa saya manggut-manggut seraya tersenyum paham. Alhamdulillah.
Status FB, 19 Peb 2014
No comments:
Post a Comment