Ada sebuah pertanyaan yang masuk di Timeline facebook saya berkaitan dengan hukum gambar dan lukisan. Pertanyaan tersebut juga melampirkan sebuah gambar hasil screenshot dari salah satu tweet di internet sebagai berikut:

Pertanyaannya adalah :
Assalaamualaikum wr.wb.Maaf pak Arman, mohon konfirmasi n penjelasan tentang hadits yg ada di foto ini.
Terima kasih sblmnya
Jawaban saya:
Hadist tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut:
Shahih Muslim 3945: Berkata Muslim; Aku membaca Hadits Nashr bin ‘Ali Al Jahdhami dari ‘Abdul A’la bin ‘Abdul A’la; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Ishaq dari Sa’id bin Abu Al Hasan ia berkata; Ada seseorang yang datang kepada Ibnu Abbas dan berkata; ‘Hai Abdullah, saya ini adalah orang yang suka menggambar semua gambar ini. Oleh karena itu, berilah fatwa kepada saya mengenai gambar-gambar tersebut!” Ibnu Abbas berkata kepadanya; ‘Mendekatlah kepadaku! ‘ Orang itu pun lalu mendekat. Tetapi Ibnu Abbas tetap berkata; ‘Mendekatlah lagi! ‘ Lalu orang itu mendekat lagi hingga Ibnu Abbas dapat meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut. Setelah itu, Ibnu Abbas berkata; ‘Aku akan menceritakan kepadamu apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau telah bersabda: ‘Setiap orang yang suka menggambar itu akan masuk neraka. Allah akan menjadikan baginya, dengan setiap gambar yang dibuat, sosok yang akan menyiksanya di neraka Jahanam kelak.’ Ibnu Abbas berkata; ‘Jika kamu memang harus tetap melakukannya juga, maka buatlah gambar pepohonan atau benda lain yang tak bernyawa.’ Kemudian Nasr bin Ali menetapkannya.
Hadist-hadist berkaitan gambar diluar ini ada banyak sekali seperti yang jamak kita tahu (searching saja di google untuk lebih jelasnya).
Dalam hal ini, sejumlah ulama dahulu serta sekarang mengharamkan secara keras menggambar makhluk hidup, termasuk ketiga madzhab (yaitu mazhab Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Al-Syafie dan Al-Imam Ahmad ibnu Hanbal). Berbeda dari ketiganya, madzhab Maliki hanya menghukuminya makruh namun tidak berdosa bila di kerjakan selama tidak dimaksudkan untuk dijadikan sesembahan. Imam al-Ghazali juga dalam kitab Ihya Ulumiddinnya seperti halnya dengan musik, juga menghukuminya sebagai sesuatu yang tidak diharamkan.
Saya pribadi –tanpa mengurangi hormat pada mereka yang mengharamkannya– maka dalam urusan ini lebih condong pada Malikiyyah, Imam al-Ghazali dan cenderung juga sepakat dengan fatwa dari Syaikh al-Qardhawi. Harus dilihat dulu tujuan pembuatan gambar itu untuk apa? Dimana dia diletakkan? Bagaimana dia dibuat? Dan apa tujuan pelukisnya?
Sunan Abu Daud 3625: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ash Shabbah bahwa Isma’il bin Abdul Karim menceritakan kepada mereka, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibrahim -maksudnya Ibrahim bin Aqil- dari bapaknya dari Wahb bin Munabbih dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Umar Ibnul Khaththab radliallahu ‘anhu -pada waktu pembukaan (penaklukan) kota Makkah, dan ia berada di daerah Bathha- agar datang ke Ka’bah untuk menghapus semua gambar yang ada di dalamnya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan masuk ke dalam Ka’bah hingga semua gambar yang ada di dalamnya telah dihapus.”
Wallahua’lam.,
Sumber:
Timeline FB saya, 21 Februari 2014
Sebagai tambahan: Jika memang gambar makhluk bernyawa dihukum sebagai haram secara mutlak, maka kira-kira analogi konkret didalam kehidupan, kita sebaiknya tidak usah datang belajar ke sekolah formal maupun toko buku dan apalagi sampai buka-buka buku pelajaran. Hampir seluruh buku-buku yang ada pada hari ini ditoko buku maupun disekolah-sekolah, memuat gambar-gambar makhluk hidup bernyawa. Entah apakah itu manusia ataupun binatang.
Jadi ketika ada anak atau murid kita misalnya nanti bertanya : Papa, bagaimana sih rupa burung pinguin yang katanya di kutub selatan itu ? Atau wajah orang Aborigin yang item kriting itu macam apa sih ? Anda cukup menjawabnya dengan kata : Papa belum bertemu sama mereka nak, jangan buka buku atau cari di google, haram.

Pertanyaannya untuk jadi renungan sendiri masing-masing orang adalah …. apakah benar Islam sedemikian sempit dalam menyikapi sesuatu?
Qila wa Qola… mungkin banyak yang tidak tahu juga bila Rasulullah SAW sendiri justru pernah mengenakan pakaian dengan motif makhluk hidup. Hal ini menjadi jawaban untuk orang-orang yang berpaham ekstrim dan berlebihan terhadap hukum gambar.
Shahih Muslim 3881: Dan telah menceritakan kepadaku Suraij bin Yunus; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Zakaria bin Abu Zaidah dari Bapaknya; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Musa; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Zakaria; Telah mengabarkan kepadaku Bapakku dari Mush’ab bin Syaibah dari Shafiyah binti Syaibah dari ‘Aisyah ia berkata; Pada suatu pagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dengan mengenakan pakaian dari woll yang bermotifkan gambar kafilah unta dari bulu-bulu hitam.
subhanallah, postingan yg bagus dan diikuti dg dalil pendukung.
ReplyDeleteSemangat terus saudara ku, jangan lelah menuntut 'ilmu.
kalau boleh minta pengertian ttg hadits terakhir lbh mendalam,
menggambar makhluk hidup menurut ana pribadi beda dengan motif, motif adalah corak, yang bisa jadi seperti motif orang menunggang kuda pada kaus polo
gambar yg dilarang lebih ke arah melukis yg detail bukan silhouette atau motif mgkn
tp ana jg kurang paham, mgkn antum bisa membahas lebih dalam lagi
oh iya, ana pernah bersyukur islam melarang lukisan dan gambar
bayangkan jika boleh, maka wajah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam mgkn sudah tersebar di mana mana, dan dijadikan hinaan org yg anti islam, diinjak2, dibakar, dibikin karikatur, dll
dan yg lebih parah, mgkn karena adanya penghalalan melukis, bisa jadi org akan berimajinasi melukis wajah rasul dan 'ulama lebih indah dr aslinya, hanya demi mendapat rupiah.
itu sih pendapat ana ttg hikmah dilarang / diharamkan melukis.