Sering kita melakukan sholat secara buru-buru, tergesa-gesa, seakan sedang dikejar-kejar oleh sesuatu. Boleh jadi saat itu kita melakukannya karena diburu oleh waktu, sedang ditunggu seseorang, khawatir rugi karena meninggalkan dagangan atau hal-hal penyebab lainnya. Natural dan sangat alamiah sebenarnya.
Namun ingatlah kawan, segala sesuatu yang kita ingin dapatkan, setiap sesuatu yang kita khawatirkan luput atau kehilangannya. Semua itu justru berada ditangan Dzat yang kita sedang berdiri dihadapan-Nya. Tak akan ada yang terjadi jika tanpa idzin-Nya. Jadi apakah kita sedang benar-benar ihsan ketika kita sholat menghadap-Nya?
Ihsan itu ilmu yang paling berat, lebih berat dari menegakkan rukun Iman dan rukun Islam. Sebab Ihsan itu adalah atap dari bangunan akidah yang kita dirikan.
Ada sebuah cerita, dimana alkisah 3 orang muslim sedang berjalan melalui sebuah hutan. Ditengah perjalanan, mereka beristirahat. Salah seorang diantaranya melakukan sholat sunnah dhuha sebanyak dua reka'at sementara dua orang rekan lainnya memilih untuk duduk melonjorkan kaki seraya minum melepas dahaga. Mendadak muncul seekor harimau ditempat itu, ia mengaum dan mendekati ketiga orang muslim ini.
Dua orang yang sedang beristirahat segera saja lari dan mencari tempat perlindungan yang dianggapnya bisa mengamankannya dari sang harimau. Sementara seorang temannya lagi yang sedang sholat ternyata terus saja melakukan aktivitas ibadahnya itu. Si harimau ternyata tidak melakukan apapun, dia hanya mengaum dan berjalan berkeliling mengitari muslim yang masih sholat itu. Sesaat harimau itu kemudian berjalan pergi meninggalkan mereka dan ketiga orang itu kemudian kembali berkumpul.
Bertanyalah dua orang muslim lainnya pada teman mereka yang tadi sholat. "Apa kamu tidak takut dengan harimau itu? bisa-bisanya kamu terus saja sholat sementara kami sudah lari menyelamatkan diri".
Jawaban temannya itu sungguh mengejutkan, "Sebenarnya aku tadi juga merasa takut, tetapi aku malu untuk membatalkan sholatku. Malu sama Allah. Aku sedang menghadap Dia. Harimau itu adalah makhluk-Nya yang tunduk pada perintah-Nya. Bagaimana mungkin aku memilih lari dari Dia sementara harimau itupun jika ia hendak menerkam pasti setelah Dia mengizinkannya.
Aku hanya percaya bahwa aku sedang diawasi-Nya dan saat aku sedang menghadap-Nya saat itu pula aku tengah dilayani-Nya, tengah berkomunikasi dengan-Nya. Jadi, alangkah kurang ajarnya harimau itu bila dia mengganggu orang yang sedang ngobrol dengan Dzat yang Maha Menghidupkan dan Mematikan seluruh makhluk".
Inilah mungkin tingkatan Ihsan yang luar biasa. Tapi bagaimanapun cerita itu cuma sebagai bentuk kiasan saja untuk kita semua memahami maksud dan implementasi Ihsan itu sendiri.
Semoga bermanfaat.
Salam dari bumi Palembang Darussalam.
13 Mei 2015.
Armansyah Azmatkhan, M.Pd
Original posted : Facebook
No comments:
Post a Comment