Sebagai manusia, kita sering diterpa oleh kegalauan. Kita merasa sedih, kita berduka atas terjadinya sesuatu yang melukai perasaan kita, sesuatu yang tidak kita kehendaki terjadi namun ia tetap terjadi. Semuanya wajar. Sewajar dari kehendak Allah yang tidak selalu memberikan setiap keinginan yang kita maui.
Terhitung sepuluh tahun sejak beliau diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad juga mendapatkan ujian kegalauan yang begitu bersangatan. Sebelum itu, beliau yang sejak kecil dikenal sebagai Al-Amin atau orang yang dipercayai telah dihujat oleh kaumnya karena proklamasi kenabian beliau. Orang-orang yang mengikuti dakwahnya kerap mengalami siksaan psikis maupun batin. Beliau sendiri beberapa kali harus menghadapi perlakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakatnya yang menolak risalah langit yang beliau sampaikan. Setelah 3 tahun mengalami pemboikotan sengit dari kaum kafir Quraisy Mekkah kegalauan itu berada dititik puncaknya pada tahun ke-10 kenabian yang dikenal dalam sejarah sebagai 'Aamul Huzni (tahun duka cita).
Ditahun ini, paman beliau yang selama ini senantiasa memberikan perlindungan dan kasih sayangnya, Abu Thalib, wafat. Tiga bulan selanjutnya istri terkasih beliau, Khodijah binti Khuwailid juga wafat. Dua orang yang punya arti besar dalam jiwa sang Nabi secara berturut-turut diambil dari sisi beliau. Dua orang yang bukan cuma sebatas keluarga, namun juga bertindak selaku penyokong semangat, materi serta nilai kearifan dipanggil kembali kepada-Nya justru diwaktu beliau SAW sedang begitu membutuhkannya menghadapi pemboikotan serta aksi anarkis kafir Quraisy.
Tapi begitulah cara Allah hendak memperkuat jiwa hamba-Nya yang Dia kasihi. Dia tidak ingin kecintaan sang hamba terhadap-Nya mendua oleh cinta-cinta yang lain. Hal yang serupa dulu juga pernah mewujud pada sang Khalilullah, Ibrahim dengan ujian pengorbanan putra tunggalnya waktu itu, Isma'il sebagai bukti kehambaan beliau dihadapan Allah. Bukti bila Tauhid Ibrahim bukan Tauhid yang mendua.
Pada suatu malam di pelataran Masjidil Harom, Allah yang Maha Suci memberikan hiburan-Nya dengan menugaskan sang Ruhul Qudus, Jibril 'alayhissalam untuk menjemput sang kekasih naik keharibaan-Nya, berjalan menembus bintang gemintang berikut seluruh sistem galaksi-Nya hingga sampai disatu tempat yang bernama Sidrotul Muntaha. Tempat dimana sang Nabi mendapat anugerah kesempatan untuk melihat wujud asli sang Jibril yang penuh pesona hingga perjalanan beliau tiba dititik pemberhentian lautan cahaya. Sebuah titik akhir yang menjadi batas bagi sang Nabi untuk menerima sarana Tarbiyatul Qulub.
Assalaamu’alaika ayyuhan-nabiyyu warohmatullaahi wa barokaatuh, as-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shoolihiin. | Segala keselamatan tercurahkan untuk anda wahay Nabi dengan seluruh rohmat dan barokah Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang sholih.
Mari kita terus belajar untuk menjadikan As-sholatu mi'rojul mukminin, sholat selaku mi'rajnya kaum mukmin agar hati kita senantiasa terjaga dengan kesuciannya. Agar perilaku kita dapat lebih terkontrol dalam bertindak dan berpikir sebab sifat ihsan telah terpatri dijiwa. | Anta’budallah ka annaka tarooh, fa’illam takun tarooh, fa’innahu yarook | engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Dia pasti melihat engkau.
Selamat memperingati Isrok wal Mikraj 1436H.
Sholawat dan salam teriring bagi baginda Rasul Muhammad SAW beserta seluruh keluarga beliau dan sahabat serta umat beliau, dahulu, sekarang dan yang akan datang.
Palembang Darussalam, 15 Mei 2015
26 Rajab 1436H
Armansyah, M.Pd
Ilustrasi gambar diambil dari buku ke-5 saya yang terbit di Malaysia tahun 2011.
ISBN-13: 978-967-5137-91-5
Oleh Penerbit : PTS Islamika
No comments:
Post a Comment