Wahay diriku...
Kau membuat angan-angan, padahal kematianmu amat dekat.
Kau membangun rencana untuk esok hari, padahal kain kafanmu hampir selesai ditenun siang ini.
Saat sang maut datang bersilaturahim, semua rencanamu segera hilang tiada berarti. Saat jasadmu perlahan-lahan diangkat dari tempatmu tidur ke dipan tempat tubuhmu itu dimandikan, kau hanya seonggok daging penutup tulang yang tidak punya kemampuan apapun lagi untuk bergerak. Sampai orang yang membawa kafanmu tiba dan satu demi satu bagian kulitmu diselimuti olehnya. Kuping dan hidungmupun ditutupi kapas. Tak lama kaupun digotong dikeranda sembari diantar isak tangis keluarga, kerabat hingga handai taulan. Tapi, tak satupun dari mereka akan bersedia menemani tubuhmu itu dalam himpitan tanah merah kuburan.
Jasadmu itu wahay diriku, akan mulai ditimbun oleh tanah yang sudah digali. Kaupun resmi berpindah dari keluasan menuju kesempitan. Kau berpindah dari tidur diatas bumi menjadi tidur didalam bumi, berselimutkan alam bertemankan hewan tanah.
Tak lagi ada kekerabatan, pertemanan, jabatan, kekayaan, senda gurau, pendidikan hingga sosial media. Yang ada hanya amalmu, amal baik dan amal yang buruk. Hartamu cuma ilmu yang kau wariskan pada orang-orang disekelilingmu, ilmu manfaat atau ilmu yang fasadat. Pembelamu hanya dzikirmu semasa hidup, baik dzikir dalam bentuk pikir, lisan hingga perbuatan.
Ah. Celakanya diriku....
Masih berapa lamakah lagi dirimu punya waktu tersisa untuk tinggal diatas dunia ini, Arman?
Renunganku, 02 April 2015
Bumi Palembang Darussalam.
Armansyah Sutan Sampono Azmatkhan.
Original posted: FB, 02 April 2015
No comments:
Post a Comment