Monday, April 13, 2015

Menikah itu mudah...

Menikah itu mudah, asal ada mahar dan ada calon yang siap dilamar maka akad dapat terwujud. Tetapi membina pernikahan tidaklah semudah diawal kita memutuskan untuk menikah itu sendiri. Sesuai istilahnya, pernikahan disebut juga sebagai hidup berumah tangga. Kenapa tangga? Jawabnya karena hidup bersama dalam satu rumah dengan orang yang berbeda sifat, kebiasaan, hobi, watak, emosi hingga kecerdasan dan latar belakang pendidikan, ekonomi, kondisi keagamaan.... Ibarat kita menapaki anak tangga. Ada kalanya kita turun kebawah namun ada kalanya naik keatas. Ya, seperti lirik lagunya Tommy Page, yang berjudul a shoulder to cry on bahwa life is full of lots of up and down. Kehidupan itu bersifat bolak-balik, naik-turun. Jika Tsunzu mengatakan perang itu punya seni, maka pernikahan pun punya seninya sendiri. Menikah itu layaknya menorehkan kuas pada bidang gambar, meliuk-liuk dan berganti-ganti warna.




Pernikahan bukan hanya soal hidup bersama dan menghabiskan waktu untuk bercinta, tidak juga cuma bersama merawat anak dan membesarkan mereka, tidak semata-mata demikian tetapi pernikahan itu terkait dengan memahami, menghargai dan menjaga perasaan masing-masing. Kita tidak mungkin menyatukan dua orang yang berbeda dalam banyak hal. Jika pernikahan hanya dimaknai menyatukan perbedaan maka itu pernikahan yang niatnya keliru. Pernikahan adalah saling melengkapi kekurangan setiap pasangan dengan memberikan kelebihan masing-masing. Ibarat sepasang sepatu yang saling berbeda bentuk antara kiri dan kanan. Tidak mungkin khan kita memakai sepatu kiri semua atau kanan semua? Coba lihat kanan-kiri sepatu kita, pasti berbeda lekukannya. Begitulah pernikahan. Justru dengan menggandengkan perbedaan itu (bukan menyatukan loh ya) maka sepatu itu bisa kita pakai dan tampak indah, gagah serta cantik.


Semoga bermanfaat.


Salam dari Palembang Darussalam.
Armansyah, M.Pd
10 April 2015


OP: FB, 10/04/2015.



1 comment: