Sekali-kali saya ingin menulis hal yang sifatnya njelimet, misteri tetapi menggoda akal untuk ditelusuri.
Manusia secara umum dibagi atas 2 macam, fisik dan non fisik. Tubuh fisik adalah jasmani kita sedangkan non fisik diartikan sebagai jiwa. Terkadang orang menyamakan jiwa dengan ruh. Tetapi apakah ruh memang serupa dengan jiwa? Sebaliknya, saya sendiri membedakan antara ruh dan jiwa. Hal ini karena memang al-Qur'an menggunakan term berbeda untuk menyebut keduanya. Dimana untuk Ruh, al-Qur'an tetap menggunakan kata-kata ar-Ruh, seperti Ruhul Qudus, Ruhul Amin dan lain-lain. Tetapi untuk jiwa, al-Qur'an menggunakan kata-kata nafs dan anfus.
Kata-kata jiwa atau nafs selalu ditujukan kepada sesuatu yang sifatnya menyeluruh dari diri manusia (al-insan) tetapi ia bersifat abstrak, bukan bersifat fisik atau nyata. Pengilhaman taqwa dan fujur di instalasikan kedalam an-Nafs, bukan kedalam Ruh. Sehingga secara singkat --meski sebenarnya bahasan ini rumit dan panjang lebar-- tetapi ruh sebutlah saja dapat dibedakan dengan an-Nafs.
Sekarang, jika ada yang mengatakan bahwa dia dapat merogo sukma atau melakukan proyeksi astral. Apa yang sebenarnya terjadi? Proses merogo sukmo itu fisiknya masih hidup, jantungnya berdenyut (artinya dalam fisik itu ar-Ruh masih mengalir baik), hanya an-Nafsnya yang berupa jiwa kesadaran telah keluar meninggalkan kerangka cashing jasmani tersebut. Lalu apakah an-Nafs juga memiliki Ruhnya sendiri sehingga ia dapat bergentayangan diluar wadagnya? Lalu apa hubungan semua ini dengan dzilaluhum atau bayangan dari diri yang disebut juga hakekatnya ikut bersujud kepada Allah (yaitu tunduk pada ketentuan serta hukum-hukum yang diberlakukan Allah)?
Apakah dzilaluhum sang bayangan ini juga merupakan bagian unsur diri yang terpisah dari fisik, ruh dan nafs? Nah, selamat berpikir secara logis tanpa terlepas dari kitabullahnya.
Salam dari Palembang Darussalam.
06 April 2015.
Armansyah Azmatkhan
Original posted : FB, 06 April 2015.
No comments:
Post a Comment