Wednesday, April 8, 2015

Catatan jelang UN 2015

Kurang dari satu minggu lagi Ujian Nasional SMA akan kembali digelar. Itu artinya ajang pertaruhan harga diri para gurupun kembali dituntut untuk dibuktikan. Seperti yang jamak kita ketahui dari berbagai pemberitaan berbagai media, jelang pelaksanaan Ujian Nasional sejumlah oknum sekolah mulai dipersiapkan untuk menjadi tim sukses dalam membantu siswanya agar dapat menjawab dengan baik soal-soal ujian tersebut. Para pengawaspun kabarnya diwanti-wanti untuk tidak terlalu memperketat proses pengawasan ujian dikalangan siswa. Akibatnya, guru yang terlibat dalam panita ujian sering terjebak dalam dilema. Disatu sisi ia harus menjalankan tugasnya sebagai seorang guru yang professional dan bermartabat dihadapan siswanya tapi disisi lain ia diharuskan "membantu" siswanya sebagai "anak bangsa".




Yah, terlepas dari semua pemberitaan rutin semacam itu setiap tahunnya, Pelaksanaan dari Ujian Nasional sendiri dari awal sudah menuai kontroversi dikalangan pemerintah maupun masyarakat. Mahkamah Agung dalam Perkara No. 2596 K/Pdt/2008 tanggal 14/09/2009 memutuskan, menolak permohonan kasasi pemerintah terkait dengan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Dengan kata lainnya, UN seharusnya tidak boleh lagi diselenggarakan.


Dan status hukumnya adalah in kracht van gewijsde (mempunyai kekuatan hukum tetap). Tetapi fakta dilapangan, Departemen Pendidikan melalui Menteri Pendidikan Nasionalnya sendiri justru mengambil sikap berseberangan dengan Mahkamah Agung. Ujian Nasional masih terus digelar.


ilustrasi-ujian-nasional


Logika sederhana saja, bagaimana mungkin mau dibuat standar antara kemampuan siswa yang bersekolah di tengah kota dengan fasilitas lengkap dan modern, setiap hari keluar masuk lab yang high tech dan mainannya gadget dengan kemampuan siswa yang bersekolah di daerah terpencil jauh dari kota, yang jangankan lab komputer, lab bahasa atau lab fisika dan kimia, wong listrik saja masih mejam-melek ? Belum lagi dari SDM pengajarnya sendiri…. Ibarat meminta seluruh binatang hutan untuk berlomba memanjat batang pohon yang sama demi terwujudnya kesamaan ujian. Padahal diantara binatang itu tidak semuanya populasi monyet yang memang pandai memanjat, ada diantaranya gajah, anjing, babi, kancil dan seterusnya. Apakah metode semacam ini adil?


sekolahbinatang


Tapi ya sudahlah... biarlah itu menjadi tanggung jawab para pembuat kebijakan dinegeri ini dan para guru yang juga tengah di uji integritasnya ketika sedang mengawas dan menjadi panitia pelaksanaan Ujian Nasional. Bukan cuma ujian dalam skala dunia saja tetapi juga ujian yang kelak akan dipertanggung jawabkan oleh mereka-mereka ini nanti di hari kiamat dihadapan Allah Azza Wajalla.


Salam dari Palembang Darussalam.
07 April 2015, OP : Facebook


Armansyah Azmatkhan, M.Pd



No comments:

Post a Comment