Kekalahan gugatan pasangan capres Prabowo-Hatta di MK malam ini mengingatkan saya pada kisah kekalahan Imam Ali dipengadilan hukum melawan seorang yahudi yang jelas mencuri baju perangnya. Imam Ali kalah dihadapan hukum karena bukti-bukti yang ia ajukan dianggap hakim tidak kuat meskipun sebenarnya Imam Ali berada pada pihak yang benar.
Tapi, Prabowo bukanlah Sayyidina Ali. Dan jokowi-pun bukan si yahudi yang akhirnya terbuka pintu hatinya dengan mengakui kesalahannya dihadapan hakim telah membuat kejahatan pada sang pahlawan Khaibar itu. Keadilan hakim MK juga tidak sekelas keadilan hakim dimasa daulah Islamiyah berjaya pada jaman 4 khalifah utama. Jadi, terlalu naif mempersamakan secara persis dari sisi personifikasinya. Hanya kasusnya saja yang agak mirip-mirip.
Tentu, seperti yang diberitakan, Prabowo katanya masih punya kesempatan untuk melanjutkan perlawanannya melalui jalur PTUN dan juga bila perlu PK di Mahkamah Agung. Tetap jaga kondisi negeri yang kondusif, tanpa ada keributan apapun yang sifatnya rusuh atau anarkis.
Sikap politik saya pribadi tidak berubah, menang ataupun kalah seorang Prabowo, tidak akan membuat saya membenarkan pencalonan jokowi sebagai capres ditinjau dari sudut agama. Jikapun nanti dengan seluruh perjuangannya negeri ini tetap dipimpin oleh kaum merah, ya saya menganggapnya sebagai musibah namun tetap harus dihormati. Itulah resiko demokrasi yang tidak berdiri diatas syari’at Allah.
Umat terlalu centang prenang sehingga umat muslim jakarta harus rela dipimpin oleh seorang non muslim.
Perjalanan bangsa ini masih harus berlanjut dan tidak berhenti pada copras-capres pemilu ini saja. Ada begitu banyak masalah umat yang harus dibenahi. Mungkin bukan lewat jalan politik jalan juang kita ditengah umat 5 tahun ini, tapi bagaimanapun yang terpenting dan utama adalah bagaimana agar keilmuan kita menjadi maslahat bagi sebanyak mungkin manusia, khususnya sesama umat Islam. It is not the end, it’s just a beginning.
Arsip dari Timeline FB, 21 Agustus 2014
No comments:
Post a Comment