Beberapa waktu terakhir ini saya sering melihat sejumlah kekhawatiran dari beberapa orang terhadap dakwah yang disiarkan melalui stasiun radio maupun televisi Rodja. Sesuatu hal yang menurut saya sangat tidak berdasar dan juga mengindikasikan pelakunya tidak dewasa dalam menyikapi perbedaan.
Rodja tidak hanya dimusuhi oleh mereka yang membenci dari sudut pemahaman tauhidnya namun juga dimusuhi oleh mereka yang juga menyebut dirinya sebagai kaum salaf. Nah tentang ini, silahkan anda buka saja link :
serta
http://tukpencarialhaq.com/2013/02/24/parodi-rodja-go-liat-cs-geli-at/
Mau sampai kapan umat ini berpecah belah dari hizbiyyahnya? kapan umat ini belajar untuk arif menyikapi perbedaan dikalangan mereka tanpa harus mengobarkan api perseteruan, fitnah dan bahkan pengkafiran antara satu dengan lainnya?
Keadaan umat seperti inilah yang membuat Islam tak pernah mengulang sukses lawasnya dimana para filsuf, ilmuwan, dan insinyur muslim menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada, mengevaluasi kesalahan ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.
Hari ini kita sesungguhnya punya lebih dari segudang ilmuwan dan pemikir muslim yang cerdas, hebat dan juga berkualitas, tidak kalah dari ilmuwan barat yang rata-rata kafir maupun atheis. Tapi, kerasnya penafian hal duniawi, pembid'ahan ini dan itu hingga kepicikan cara berpikir akhirnya membuat sinar kebangkitan Islam itu menjadi suram.
Inilah salah satu penyebab limadza ta’akhoro al-Mislimun, wa limadza taqoddama ghoiruhum (mengapa orang-orang Islam terbelakang dan mengapa orang-orang lain menjadi maju). Al-Islamu mahjubun bil-muslimin, cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.
Jika kita masih terus-terusan tenggelam dalam hizbiyyah begini, menganggap madzhabnya, manhajnya, fiqhnya, paradigmanya sendiri sebagai satu-satunya kebenaran mutlak diatas bumi ini maka itu artinya kita semua masih belum siap untuk berada dalam satu khilafah.
Eksistensi khilafah justru akan cenderung membawa kediktatoran baru ditengah umat Islam itu sendiri. Khilafah akan menjadi alat pemaksaan kehendak sebuah pemahaman dari kalangan atau madzhab tertentu untuk di amini oleh orang lain yang tidak sepakat dengannya. Segala hal yang bertentangan dengan kaidah, fiqh, manhaj, madzhab atau pemikiran sipelaku pemegang kekuasaan tertinggi atau orang-orang yang berada disekitarnya akan diberangus. Khilafah jika tidak benar justru akan membangun perang saudara antar sesama umat Islam, boro-boro untuk menyatukan mereka.
Saya bukan seorang penganut salaf, bukan pula pengagum siaran-siaran Rodja, pengikut HT, aswaja, wahabi, muktazilah, syi'ah atau yang lainnya tapi saya juga bukan orang yang bersikap kontra pada penyebaran dakwah-dakwah mereka. Kontra disini dalam artian membenci secara totalitas. Apapun yang disampaikan pokoknya ditolak dan disalah-salahkan. Dicari-cari alasan untuk membencinya.
Kenapa kita tidak belajar untuk mendewasakan diri sendiri dalam melihat dan memanajerial perbedaan ditengah dinamisme hidup?
Kemarin, ada salah seorang sahabat yang men-tag sebuah berita di timeline facebook saya terkait sikap sejumlah orang (konon katanya adalah ulama) yang menolak dakwah ustadz dari Rodja. Ya, lucu-lucu saja buat saya. Lucu sekaligus memprihatinkan.
Silahkan akses saja link timeline FB saya ini:
Meski pemahaman saya pribadi dalam hal keagamaan banyak yang tidak sejalan dengan pemahaman dan cara berpikir yang disampaikan melalui para ustadz dari Rodja, tapi sayapun secara pribadi tidak menganggap dakwah-dakwah salaf sebagai ancaman. Sesuatu yang wajar dan bagian dari dinamisme hidup bila timbul perbedaan.... adalah aneh jika kemudian berbeda dianggap sebagai seteru. Padahal dakwahnya juga tentang Tauhid, tentang Islam. Jika tidak suka kajiannya, tidak sepaham dengan pemahamannya, ya bijaksana saja menyikapinya. Semua orang harusnya mampu untuk bersikap dewasa, apalagi orang-orang tersebut telah disebut sebagai ulama, kyai atau ustadz.
Tidak mungkin setiap siaran dakwah yang disampaikan oleh para ustadznya melalui radio maupun televisi Rodja bernilai salah. Ambillah hal yang baik dan benarnya kemudian tak perlu dipusingkan apa-apa yang kita tentang dari fiqhnya. Apa susahnya untuk berjalan masing-masing tanpa harus menebar kebencian antar sesama umat Islam? Adakah para ustad mereka mengajarkan umat agar menyembah berhala? adakah para ustadnya mengajarkan agar berakhlak buruk?
Dirumah, siaran dari stasiun televisi Rodja malah cukup sering diputar... sama seperti juga siaran dari WesalTV, Ummat TV, Saudi, Madinah, Tahfidz dan yang lain.... termasuk Aswaja milik NU ataupun TV Muhammadiyah. Sejauh ini saya belum menemukan penyimpangan dalam hal akidah dan akhlak dari pemberitaan maupun dakwah-dakwah Rodja.... cuma soal beda pemahaman dan beda dalam hal fiqh tidak perlu dibesar-besarkan. Mestinya demikian. Man qolla ilmuhu katsura i'tirodhuhu, siapa yang sedikit Ilmunya, banyak menyalahkan orang lain.
Anda tak suka berjenggot ya tak usah berjenggot, anda tak suka mengenakan celana non isbal ya silahkan pake celana blue-jeans, sarung atau celana dasar panjang biasa yang cut-bray atau standar, anda tak suka pakai cadar ya jangan bercadar. Begitu saja kok repot?
Tapi anda harus tetap tahu bila berjenggot itu pernah menjadi sunnah Rasulullah. Bercelana isbal itu pernah menjadi perhatian dari Rasul ketika Abu Bakar memakainya, cadar itu sudah menjadi budaya dari bangsa Arab yang dulu dipenuhi oleh padang pasir dan cadar juga dikenakan oleh sejumlah kaum perempuan pada masa itu baik muslimah atau non muslimah, baik dari kalangan Ahli Bait Nabi, sahabatnya hingga orang-orang diluar mereka.
Saya pernah menuliskan dikesempatan berbeda bahwa saya juga berjenggot, selain karena jenggot saya ini memang tumbuh sendiri, sayapun menyenanginya, rasanya kok malah lebih gagah dan berwibawa. Ya akhirnya sambil ngikutin sosok Rasulullah SAW yang juga berjenggot, saya merasa nyaman. Apa salahnya?
Kadang saya memakai celana non isbal ketika bepergian apalagi jika hendak kemasjid dan melakukan sholat. Terlepas apakah dasar argumentasi pemakaian celana isbal dinisbatkan pada kesombongan ataupun tidak..... tapi saya pribadi lagi-lagi merasa nyaman jika celana saya tidak "menyapu jalanan" dimana pada jalan itu mungkin saja ada bekas kotoran, najis atau bau. Sementara waktu sholat kita khan ada 5 waktu... tapi meski demikian, saya tidak menganggap bercelana isbal juga terlarang. Faktanya saya juga masih suka bercelana jeans atau celana dasar biasa, khususnya dalam bekerja ataupun bepergian. Menyiasati kemungkinan terkena najis atau kotorannya, ya saya lipat keatas mata kaki ketika hendak sholat.
Dulu istri saya sempat menanyakan pendapat saya bila beliau hendak mengenakan cadar... jawab saya fine-fine saja. Silahkan. Asal tahu hukum asalnya bercadar itu seperti apa. Bukan karena sekedar ikut-ikutan melihat si A cantik, si B cantik jika bercadar. Saya tidak melarang dan tidak pula mewajibkan, sebab memang dalam pemahaman saya cadar bukanlah kewajiban dan bukanlah sunnah yang mengikat.
Lihat disini : http://arsiparmansyah.wordpress.com/2013/10/13/hukum-cadar/
Namun intinya saya tidak memandang penuh benci pada orang yang berjenggot, bercelana cingkrang, wanita bercadar.... toh mereka jauh lebih baik dari para penyembah kuburan, jauh lebih baik dari orang-orang yang mempercayai jimat, memberikan sesajen pada pepohonan, pada laut, pada gunung dan sebagainya. Perempuannya juga jauh lebih baik ketimbang wanita-wanita yang sibuk mengumbar aurat kesana kemari seolah berjualan daging dengan harga yang murah..... yang jelas-jelang bertentangan dengan kaidah agama.
Pelajaran penting bagi saya adalah bahwa 'kesederhanaan' Islam itu sangat nyata, bahwa Islam itu sangat simpel dan mudah serta JELAS-JELAS HANYA BUAT MEREKA YANG BERAKAL !
Karena bagi saya, logika yang paling sederhana saja tanpa diikuti nash, dalil apalagi ijtihad sudah mampu menjawab semua pertanyaan manusia baik tentang kemashlahatan hidupnya di dunia maupun urusan akhirat ... saya kadang menganggap konyol bila jaman ini kita masih terus berdebat tentang hukum gambar, patung, musik, syair dan lain sebagainya. Bukankah kita dapat mengupas seluruh sebab musabab Nabi mengeluarkan larangannya? bukankah kita bisa menelusuri dan mencari benang merah kenapa Nabi mendiamkan suatu urusan dan bahkan beliau menjawab dengan senyuman.
Islam adalah rahmat seluruh alam karena kesahajaannya, kesederhanannya, keikhlasannya (tanpa paksaan) dan kemudahannya (semua serba ditolerir - ingat, dalam kondisi terpaksa bahkan sholat cukup dengan kedipan kelopak mata dan babipun bisa berstatus halal untuk dimakan). Kita tidak akan pernah bisa maju dan menjadi rahmat kalo dikit-dikit nggak boleh, haram, bid'ah, kafir dan lagi-lagi lomba dalil paling shahih ... persis seperti orang sedang lari balap karung.
Dulu saya pernah dikesankan membela orang-orang syi'ah karena menolak mengkafirkan mereka secara keseluruhan dan hari ini saya juga melakukan pembelaan untuk orang-orang yang berdakwah sunnah melalui siaran radio maupun televisi Rodja.
Untuk mengingatkan saja, silahkan lihat link ini :
Beda ya biasalah... mari diskusikan baik-baik dan tidak pakai ribut, memfitnah hingga bawa-bawa orang lain untuk berjemaah bersama kita memerangi perbedaan itu. Toh yang kita selisihi juga masih sama-sama bertauhid, masih sama-sama mengakui Muhammad selaku Rasul Allah dan Khatamannabiyyin. Masih sama-sama melakukan sholat. Iya khan?
Ayo belajar mendewasakan diri.....
Akhirnya manusia tempat salah, Allah tempat berlindung, mencari kebenaran, memohon pertolongan dan ampunan. Sesungguhnya Allah Maha Pemberi Petunjuk pada orang-orang yang berusaha untuk menggapai petunjuk-Nya. Mari kita optimalisasikan akal yang ada pada diri kita untuk mentadabburi ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qauliyah. Subhanallah
Palembang Darussalam, 31 Agustus 2014
Armansyah Azmatkhan
No comments:
Post a Comment